Kamis, 20 Agustus 2015

Waktu

Waktu seperti membunuhku saat ini. Dia membuatku sesak nafas. Dia menguras habis tenaga dan isi kantongku. Semuanya tampak menjadi sangat berantakan sekali di hadapanku. Perjalanan menjadi terlihat tak ada maknanya ketika sudah bersigungan dengan waktu. Lantas apakah sekarang aku sudah boleh menyalahkan seseorang? Kenapa pula kambing hitam nampak jelas di depan mataku. Tuhan, kali ini aku merasa sudah benar-benar muak.  Aku tak bisa meredamnya sama sekali. Rencana, rencana dan rencana. Lebih baik, lebih cepat, lebih efektif. Bukan tergantung pada jarak. Tetapi manusia. Menyedihkan. Saat aku tahu bahwa aku mulai membenvi seseorang dengan alasan sederhana. Waktu.

Selasa, 04 Agustus 2015

Terimakasih Pak SBY

Ciamis, 04 Agustus 2015 

Kepada,
Mantan Presiden RI
Bapak Susilo Bambang Yudhoyono

Saya menuliskan ini bukan karena saya pendukung partai Demokrat ataupun bagian dari kader partai tersebut. Ini hanyalah sebagai bentuk ucapan terimakasih saya sebagai warga negara Republik ini yang merasa beruntung atas pertolongan yang telah beliau berikan. Sesederhana itu.

Ini adalah sebuah surat terbuka dari saya, seorang warga negara Indonesia berusia dua puluh tiga tahun. Maaf jika sepertinya surat ini sedikit terlambat Pak. Saya baru terpikirkan menulis surat untuk Bapak yang telah lengser di pagi hari tadi saat perjalanan  menuju Dokter mata di kota Kabupaten (sekedar informasi saja, saya ini tinggal di sebuah kampung pinggiran bernama Nagarapageuh yang jika ingin pergi menemui dokter spesialis harus pergi ke kota kabupaten berjarak 70 km). 

Fakta bahwa saya tinggal di kampung bukanlah hal yang ingin saya ceritakan di surat ini Pak. 
Jadi mari kita langsung saja,

Saya secara pribadi ingin sekali mengucapkan terimakasih saya kepada Bapak yang telah memberikan Negeri ini sebuah sumbangsih besar. Meskipun ada yang mencela kinerja Bapak selama satu dekade tersebut, saya tetap menghormati dan berterimakasih kepada Bapak. "Karena apa?"

Karena Bapak telah membuat sebuah keputusan besar. Memberi kemudahan untuk anak-anak yang ingin sekolah. Mungkin ada yang menyadari mungkin juga tidak. Sebuah program yang Bapak buat untuk pendidikan di Negeri ini, yang saya kenal dengan BOS (Bantuan Operasional Sekolah) telah membuat saya merasa harus berterimakasih kepada Bapak secara pribadi.

Saya memang tidak lama menerima bantuan BOS tersebut. Karena di tahun ketiga Bapak menjabat sebagai Presiden, saya sudah masuk ke sekolah menengah atas. Tapi tetap saja itu tak membuat rasa terimakasih saya untuk Bapak berkurang.

Dulu sekali Pak, ketika saya masih duduk di SD saya setiap tahunnya selalu mendapat titipan surat undangan rapat dari sekolah untuk orang tua saya. Dalam rapat tersebut komite sekolsh dan psrs orang tua akan berembug mengenai biya sekolah selama setahun yang terdiri dari pembayaran gaji guru honorer, pembayaran gaji penjaga sekolah, biaya perawatan gedung sekolah, biaya untuk perlengkapan penunjang pembelajaran dan sebagainya. Sayas selalu senang saat menerima surat itu pak, karena itu berarti sekolah libur. Tak ada yang lebih menggembirakan selain libur sekolah, waktu itu. 
Tapi tidak demikian dengan orang tua saya.  Mereka tidak bahagia atas surat itu, karena itu berarti mereka harus segera mencari nafkah lebih keras untuk saya bisa sekolah. Ayah saya hanya seorang buruh serabutan dengan penghasilan tidak menentu. Tak ada kepastian upah dan jam kerja. Jika hari ini bisa bekerja, belum tentu besok ada yang menyuruhnya lagi. Dia kesulitan untuk membayar uang sekolah yang ketika itu hanya sekitar dua ratus ribu rupiah per tahunnya. 

Tidak banyak yang mampu saya ingat pak, tapi tentang satu itu saya ingat. Sekolah itu mahal. Saya ingat hal itu dengan baik. Bagaimana ayah dan ibu saya diam diam mengeluhkan tentang sulitnya mencari uang untuk membayar biaya sekoalah saya dan kakak saya yang berbarengan duduk di sekoalah dasar kelas enam dan kelas tiga sekolah menengah pertama.

Surat ini sepertinya mulai bertele-tele Pak. Mohon maafkan saya yang terlalu ingin banyak bercerita. Saya sangat bersyukur karena saya bisa melihat ayah saya tidak menghawatirkan lagi biaya  sekolah adik saya yang saat ini ada di sekolah dasar. Saya bahagia, setidaknya adik saya sekarang ini bisa berganti tas dan sepatu sekolah di setiap tahunnya. Saya bahagia, karena mereka tak harus merasakan yang pernah saya alami dulu,menahan diri meminta sepatu baru meskipun sepatu tersebut sudah tak layak pakai. Karena uang hanya cukup untuk SPP.

Sekali lagi Pak, terimakasih untuk kebijakan yang masih ada dan dipertahankan meski Bapak sudah tak lagi menjadi Presiden. BUat banyak orang yang punya penghasilaan sedikit dan tak menentu, sekolah gratis adalah hadiah yang selalau dinantikan. Karena tidak ada yang lebih penting dari pendidikan. Semoga Bapak setuju untuk yang satu itu. 

Saya berharap Bapak surat ini bisa sampai dan dibacak oleh Bapak. 
Terimakasih karena telah bersedia jadi presiden  dan untuk kebijakannya.
Saya tak peduli lagi program Bapak di bidang lainnya sukses atau tidak. 
Untuk saya, pendidikan itu yang utama. Terimakasih telah mengutamakannya di masa pemerrintahan Bapak.

Hormat saya,

Nuraeni



PS:  Saya menuliskan surat ini dengan mata berkaca-kaca. Saya tidak berbohong. Dan saya menulis surat ini setelah saya mendengar dokter spesialis mata yang saya kunjungi sebelumnya merekomendasikan saya  untuk pergi ke Rumah Sakit Mata  Cicendo di  Bandung. Itu kabar buruk. Lima kali kontrol dan tidak ada perubahan. Dan saya belum tahu pasti apakah harus dioperasi atau tidak. Jadi mohon dimaklumi jika ada banyak typo di surat ini,