Kamis, 20 Agustus 2015

Waktu

Waktu seperti membunuhku saat ini. Dia membuatku sesak nafas. Dia menguras habis tenaga dan isi kantongku. Semuanya tampak menjadi sangat berantakan sekali di hadapanku. Perjalanan menjadi terlihat tak ada maknanya ketika sudah bersigungan dengan waktu. Lantas apakah sekarang aku sudah boleh menyalahkan seseorang? Kenapa pula kambing hitam nampak jelas di depan mataku. Tuhan, kali ini aku merasa sudah benar-benar muak.  Aku tak bisa meredamnya sama sekali. Rencana, rencana dan rencana. Lebih baik, lebih cepat, lebih efektif. Bukan tergantung pada jarak. Tetapi manusia. Menyedihkan. Saat aku tahu bahwa aku mulai membenvi seseorang dengan alasan sederhana. Waktu.

Selasa, 04 Agustus 2015

Terimakasih Pak SBY

Ciamis, 04 Agustus 2015 

Kepada,
Mantan Presiden RI
Bapak Susilo Bambang Yudhoyono

Saya menuliskan ini bukan karena saya pendukung partai Demokrat ataupun bagian dari kader partai tersebut. Ini hanyalah sebagai bentuk ucapan terimakasih saya sebagai warga negara Republik ini yang merasa beruntung atas pertolongan yang telah beliau berikan. Sesederhana itu.

Ini adalah sebuah surat terbuka dari saya, seorang warga negara Indonesia berusia dua puluh tiga tahun. Maaf jika sepertinya surat ini sedikit terlambat Pak. Saya baru terpikirkan menulis surat untuk Bapak yang telah lengser di pagi hari tadi saat perjalanan  menuju Dokter mata di kota Kabupaten (sekedar informasi saja, saya ini tinggal di sebuah kampung pinggiran bernama Nagarapageuh yang jika ingin pergi menemui dokter spesialis harus pergi ke kota kabupaten berjarak 70 km). 

Fakta bahwa saya tinggal di kampung bukanlah hal yang ingin saya ceritakan di surat ini Pak. 
Jadi mari kita langsung saja,

Saya secara pribadi ingin sekali mengucapkan terimakasih saya kepada Bapak yang telah memberikan Negeri ini sebuah sumbangsih besar. Meskipun ada yang mencela kinerja Bapak selama satu dekade tersebut, saya tetap menghormati dan berterimakasih kepada Bapak. "Karena apa?"

Karena Bapak telah membuat sebuah keputusan besar. Memberi kemudahan untuk anak-anak yang ingin sekolah. Mungkin ada yang menyadari mungkin juga tidak. Sebuah program yang Bapak buat untuk pendidikan di Negeri ini, yang saya kenal dengan BOS (Bantuan Operasional Sekolah) telah membuat saya merasa harus berterimakasih kepada Bapak secara pribadi.

Saya memang tidak lama menerima bantuan BOS tersebut. Karena di tahun ketiga Bapak menjabat sebagai Presiden, saya sudah masuk ke sekolah menengah atas. Tapi tetap saja itu tak membuat rasa terimakasih saya untuk Bapak berkurang.

Dulu sekali Pak, ketika saya masih duduk di SD saya setiap tahunnya selalu mendapat titipan surat undangan rapat dari sekolah untuk orang tua saya. Dalam rapat tersebut komite sekolsh dan psrs orang tua akan berembug mengenai biya sekolah selama setahun yang terdiri dari pembayaran gaji guru honorer, pembayaran gaji penjaga sekolah, biaya perawatan gedung sekolah, biaya untuk perlengkapan penunjang pembelajaran dan sebagainya. Sayas selalu senang saat menerima surat itu pak, karena itu berarti sekolah libur. Tak ada yang lebih menggembirakan selain libur sekolah, waktu itu. 
Tapi tidak demikian dengan orang tua saya.  Mereka tidak bahagia atas surat itu, karena itu berarti mereka harus segera mencari nafkah lebih keras untuk saya bisa sekolah. Ayah saya hanya seorang buruh serabutan dengan penghasilan tidak menentu. Tak ada kepastian upah dan jam kerja. Jika hari ini bisa bekerja, belum tentu besok ada yang menyuruhnya lagi. Dia kesulitan untuk membayar uang sekolah yang ketika itu hanya sekitar dua ratus ribu rupiah per tahunnya. 

Tidak banyak yang mampu saya ingat pak, tapi tentang satu itu saya ingat. Sekolah itu mahal. Saya ingat hal itu dengan baik. Bagaimana ayah dan ibu saya diam diam mengeluhkan tentang sulitnya mencari uang untuk membayar biaya sekoalah saya dan kakak saya yang berbarengan duduk di sekoalah dasar kelas enam dan kelas tiga sekolah menengah pertama.

Surat ini sepertinya mulai bertele-tele Pak. Mohon maafkan saya yang terlalu ingin banyak bercerita. Saya sangat bersyukur karena saya bisa melihat ayah saya tidak menghawatirkan lagi biaya  sekolah adik saya yang saat ini ada di sekolah dasar. Saya bahagia, setidaknya adik saya sekarang ini bisa berganti tas dan sepatu sekolah di setiap tahunnya. Saya bahagia, karena mereka tak harus merasakan yang pernah saya alami dulu,menahan diri meminta sepatu baru meskipun sepatu tersebut sudah tak layak pakai. Karena uang hanya cukup untuk SPP.

Sekali lagi Pak, terimakasih untuk kebijakan yang masih ada dan dipertahankan meski Bapak sudah tak lagi menjadi Presiden. BUat banyak orang yang punya penghasilaan sedikit dan tak menentu, sekolah gratis adalah hadiah yang selalau dinantikan. Karena tidak ada yang lebih penting dari pendidikan. Semoga Bapak setuju untuk yang satu itu. 

Saya berharap Bapak surat ini bisa sampai dan dibacak oleh Bapak. 
Terimakasih karena telah bersedia jadi presiden  dan untuk kebijakannya.
Saya tak peduli lagi program Bapak di bidang lainnya sukses atau tidak. 
Untuk saya, pendidikan itu yang utama. Terimakasih telah mengutamakannya di masa pemerrintahan Bapak.

Hormat saya,

Nuraeni



PS:  Saya menuliskan surat ini dengan mata berkaca-kaca. Saya tidak berbohong. Dan saya menulis surat ini setelah saya mendengar dokter spesialis mata yang saya kunjungi sebelumnya merekomendasikan saya  untuk pergi ke Rumah Sakit Mata  Cicendo di  Bandung. Itu kabar buruk. Lima kali kontrol dan tidak ada perubahan. Dan saya belum tahu pasti apakah harus dioperasi atau tidak. Jadi mohon dimaklumi jika ada banyak typo di surat ini,





Senin, 06 April 2015

Pertanda Hujan

Awan gelap bergerak beriringqn memenuhi langit saat matahari kembali ke peraduan. Gelap dan pekat namapak sempurna di hadapanku. Tak ada bintang juga bulan sabit di tanggal tiga puluh ini. Semua bersembunyi, bersepakat meredupkan  cahayanya.

 "Ini pertanda buruk ". ujarku 

"Tak lama lagi pasti turun hujan."

"Bukan!. "Seseorang menyelaku. 

"Ini pertanda baik. Hujan di bulan Juni adalah pertanda hadirnya  keberuntunga." 

Aku menganggukan kepala. Enggan mencari argumen. Buatku, hujan tak lebih dari penjaga kesedihan. Teman dari nyeri yang tak kunjung terobati.


Kamis, 26 Maret 2015

Kutunggu Jawabmu Di Kotak Surat

Seseorang yang merindu pastilah dia yang sering bertemu
Seseorang yang menyayangi pastilah dia yang saling memiliki Seseorang yang mencinta pastilah dia yang bersama 

Lalu tuanku, 

Sah-kah jika aku merindumu tanpa pernah bertemu? 

Sahk-kah  jika aku menyangmu tanpa pernah memilikimu? 

Lalu terakhit, sah-kah jika aku mencintaimu meski tak pernah bersama?  

Tuanku, Aku menunggu jawab darimu. 

Tidak sekarang,karena sekarang hari sudahlah malam 

Kau tulis saja jawabmu pada sebuah kertas lalu kemudian kau taruhlah di kotak surat esok pagi-pagi sekali.

Biarlah sekarang aku beristirahat dahulu. 

Biarkan gelap memeluku dan menyamarka semua ketidakwarasanku.

Senin, 23 Maret 2015

Aku Percaya Lalu Kemudian

Aku percaya semua akan baik-baik saja
Lalu kemudian masalah hadir dan aku kewalahn menyingkirkannya 

Aku percaya bahwa selalu ada jalan keluar. Lalu kemudian ketika aku sudah berjalan sangat jauh aku menemui jalan buntu 

Aku percaya bahwa hidup berputar seumpama roda. Lalu kemudian aku menyadari bagaimana roda itu berputar jika pedal sudah rusak 

Aku percaya bahwa  hari esok selalu memberi harapan langit cerah Lalu kemudian kulihat langit malam tak berbintang dan itu pertanda hujan

 Aku menemukan tujuanku dan berlari sekuat tenaga. Lalu kemudian satu kerikil membuatku jatuh tersungkur 

Aku menyerah karena nyeri. Lalu kemudian datang pertolongan yang membantuku berdiri dan berjalan tertatih 

Aku menemukan cara mewujurkan asa. Lalu kemudian keterbatasan datang silih berganti 

Aku percaya lalu kemudian aku berhenti percaya lalu kemudian percaya lagi lalu kemudian berhenti lagi 

Banyak dari sekelilingku berkata 'Bersabarlah'  

Sepertinya mereka sedang lupa 

Bersabar itu bukanlah perkara mudah dan sederhana


Sabtu, 21 Maret 2015

Kebodohanku Adalah Menunggumu

Hal paling sulit adalah melupakannu
Hal paling mudah tak lain adalah merindukanmu 

Dan apa yang lebih menyedihkan dari jatuh cinta diam-diam? 

Setiap detik aku tenggelam dalam rindu sendirian 

Ada banyak waktu yang kuhabiskan untuk memikirkan tentangmu 

Ada banyak kosakata cinta yang kukumpulkab karenamu  

Aku dalam sekian banyak waktu menunggu kau di banyak persimpangan 

Senantiasa berharap di satu waktu kau kemudian datang dan mengetuk pintu hatiku 

Aku menyimpan harapan itu dalam waktu yang tak sedikit 

Sementara aku menunggu, 

Kau datang ke banyak pintu dan merindu ke banyak hati 

Itu ironis bukan?

Aku terus menunggu untuk satu uluran tangan di banyak senja

Kau terus berkeliling tapi  sayang tak pernah sampai di hadapanku 

Setelah malam berlalu dan fajar muncul aku baru tersadar 

Betapa bodohnya aku yang terus menunggumu 

Seseorang yang mustahil menghampiriku 

Persetan dengan orang yang mengatakan ''everything is posible' 

Itu tak berlaku untuk perasaan 

Kau tidak akan pernah bisa sampai di hadapanku 

Karena persimpangan tempatku menunggu tak pernah kau lalui.


Kamis, 19 Maret 2015

Aku Berhenti Mengabaikanmu

Tuhan sedang mengujiku lagi 

Kali ini aku tak  ingin bertanya  mengapa

Biarlah jawaban menemuiku satu saat nanti

Tanpa pertu ada pertanyaan sebelumnya

Aku tidak akan mengeluhkan apapun untuk saat ini

Aku menerimanya.

Seperti seorang nelayan yang mematikan mesin perahu saat gelombang datang

Aku pun akan bersikap demikian.

Biar kuikuti gelombangnya

Tanpa pertanyaan dan tanpa penolakan.

Owh..Dear

Aku berhenti mengabaikaanmu sekarang

Pengabaianku selama ini tak membuahkan hasil

Semuanya semakin menjadi-jadi

Terlalu banyak masalah yang kuhadapi saat mengabaiakanmu.

Itulah sebab mengapa aku harus berhenti

Mungkin memang aku harus lebih peka

Aku akan berusaha untuk mengembalikan semuanya seperti semula

Meskipun itu tak akan  mudah.

Bagaiaman mungkin bisa terlihat murah,

Jika karenamu aku harus melepaskan hal yang kusukai

Berkutat dengan pena dan kertas.

Aku akan bersabar menunggu takdir yang akan membuat semuanya kembali menjadi baik-baik saja

Seperi di tiga ratus lima puluh lima  hari yang lalu.

Aku  berhenti mengabaiakanmu.

Kutegaskan itu sekali lagi.


*Kutulis untuk satu yang sangat berharaga. Satu dari sekian nikmat Tuhan yang membawaku menjelajah semesta.

Selasa, 17 Maret 2015

Berbahagia

Semuanya sedang tidak baik-baik saja Ibu.
Hari ini

Sama halnya seperti  langit yang tak bisa kubaca

Pun demikian dengan hariku 

Baik di awal tak melulu menjadi baik pula sampai akhir

Langit hari ini Ibu,

Terik di pagi lalu kemudian gerimis di sorenya

Pun dengan aku

Mungkin memang hari yang sempurna itu tak pernah ada

Yang ada hanyalah hari bahagia dan sebaliknya

Tapi ibu, 

Kemarin hari aku sudah berjanji pada diriku sendiri

Apapun yang terjadi di hari ini

Entah itu baik atau sebaliknya

Aku akan tetap menerimanya

Bahkan aku akan tetap tersenyum. 

Ya. Aku akan tetap tersenyum.

Tak peduli apakah aku merasa tersakiti. Atau hatiku sedang berkeluh kesah. 

Aku akan tetap tersenyum.

Tak ada nada ketus yang akan terucap saat jenuh melanda. 

Yang ada adalah jawaban yang di buat panjang

Setidaknya dengan begitu aku tidak perlu menggerutu di kemudiannya.

Ibu, terhitung kemarin hari

Aku sudah bertekad untuk terus bernahagia. 

Tak akan lagi kurisaukan hari esok yang belum tentu akan seperti apa.  

Ibu, terhitung hari kemarin aku sudah tak lagi ingin mempercayai khayalan

Yang tak pernah jujur. 

Aku hanya ingin berbahgai bersama waktu 'sekarang'  

Aku berbahagia untuk diriku sendiri

 Ibu, aku sudah berhenti berbahagia larena apa atau siapa 

Aku lelah mengatakan

 ''Aku bahagia jika kalian bahagia"

''Aku berhenti menjadikan kalian sebagai tujuanku'"

Sungguh. 

Terhirung hari itu Ibu 

Aku hanya punya satu tujuan 

Membuat diriku sendiri tersenyum dan berbahagia 

Tak peduli apakah aku sedang merasa sakit entah itu fisik maupun hati 

Aku ingin tetap tersenyum bersama tawa dan tangisku 

Tak peduli apakah ada yang memujiku atau mencelaku. 

Aku akan tetap bahagia bersama pujian dan makian.

Tak peduli apakah sekelilingku mengasihaniaku atau peduli padaku. 

Aku akan berbahagia bersama simpati dan rasa iba. 

Ibu,

Aku akan terus tersenyum dan berbaahagia Bukan karena apa atau siapa.


Rabu, 04 Maret 2015

Waktu Seolah Berhenti Detik Itu

Hasil gambar untuk WAKTU

Bisakah kita bertemu sore ini?”
“Ada yang ingin kubicarakan denganmu, penting! Penting sekali!”
“Aku tunggu jam lima sore di tempat biasa”

Aku baru sempat membaca pesan itu sepuluh menit yang lalu. Sekarang jam ditanganku sudah menunjukan pukul 17.05. Dan aku masih terjebak kemacetan jalanan kota ini.
“Semoga saja dia masih menungguku, Tuhan” rapalku dalam hati.

“Aku, baru membaca pesanmu. Sekarang sedang dalam perjalanan. Pasti terlambat. Kalau kau tidak bisa menungguku kau bisa pulang”. Tulisku di BBM.
“Aku akan menunggu. “ balasnya kemudian.

Kutengok langit diatasku. Awan kelabu masih emnggantung disana. Sisa hujan tadi pagi. Senja yang harusnya indah tak kan ada sore ini.

Mengapa hari ini dia mengajakku bertemu?
 Apakah ini kabar  baik atau sebaliknya Tuhan?
 Aku sedikit gelisah dalam perjalanan ini.

Jam 17.45 aku tiba di tempatnya menunggu. Ekor mataku mencari-cari keberadaanya setelah pintu kafe kudorong.
“Ah, itu dia. Aku menemukannya!!” segera aku berjalan kearahnya.
“Maaf nunggu lama,”
Dia tersenyum, “ aku maafin. Sudah kupesankan segelas cokelat panas tadi untukmu. Sebentar  lagi mungkin datang.”
Aku tersenyum dan kemudian duduk di di hadapannya.

Entah kenapa, aku melihat rona bahagia dimatanya petang ini. Berbanding terbalik dengan langit yang kulihat tadi.

Kau sibuk sekali hari ini?” tanyanya membuka sepuluh menit keheningan yangn sempat tercipta.
“Kurang lebih begitu. Hari ini salah seorang rekan kerja dikantorku mendadak sakit dan tidak masuk kantor. Aku diperintahkan untuk mengambil alih  semua pekerjaannya hari ini.”
“Pasti kau sangat lelah, mungkin tak sehahrusnya aku mengajakmu bertemu.”
Aku mengambil nafas panjang sejenak sebelum obrolan kami selanjutnya.
“Aku selalu punya waktu untuk menemuimu, kau jangan lupa aku pernah mengatakan itu berulang kali.”
“Kau selalu baik padaku Ra, tapi aku selalu saja tak bisa membalas kebaikanmu.”
“Kau ini, seperti baru mengenalku saja Akasa. Kita bersahabat sudah sejak lama. Sejak kapan aku bersikap baik padamu untuk sebuah balasan.”
“Omong-omong, kau mengajaku bertemu untuk apa? Sampai-sampai kau bilang ini penting sekali.”

Dia tertegun sejenak. Kemudian  samar terdengar  dia menggumam.
“Ada hal penting yang harus kusampaikan padama Ra,”
“Tentang perasaanku. Aku sudah menimbang-nimbangnya dan mengambil sebuah keputusan.”
Detak jantungku seketika menjadi lebih cepat. Aku mengepalkan telapak tanganku untuk menahan getaran emosiku sendiri. Aku sudah lama ingin mendengat kalimat itu terucap dari bibirnya.
“Aku sudah memutuskannya tadi pagi.”
“Itulah kenapa aku mengajakmu bertemu sore ini..”
Ucapannya terhenti, dia mulai mengetuk-ngetukan jarinya di meja. Aku menjadi bertambah gugup sekarang.
“Aku bingung harus memulainya dari mana Ra.”
“ Jadi begini, Ra. Kuharap kau tidak kecewa pada apa yang akan kukatakan padamu selnjutnya.”
Aku mengangguk. “Aku sudah siap untuk mendengarkannya.”
“Sebenarnya, ada seseorang yang sedang aku inginkan. Sudah lama sekali.  Jauh sebelum kau mengatakan perasaanmu padamu hari itu. Sebulan yang lalu.”
Tubuhku melemas seketika. Ini bukan kabar baik seperti harapanku di detik sebelumnya. Tapi aku tak boleh menunjukan kekecewaanku dihadapannya. Aku tersenyum tipis.
“Tadi pagi aku mengatakan semuanya padanya. Semua perasaanku. Dan kau tahu apa yang dia katakan Ra?”
Aku menggeleng. Sekuat hati aku menyiapakan telingaku untuk mendengar kelanjuatan ceritanya.
“Dia mengatakan ‘aku juga merasakan hal yang sama denganmu’.”
“Ah...Ra, kalau saja kau ada saat dia mengatakan itu padaku, kau akan melihat wajahku yang memucat pagi tadi. Kalau saja sejak lama aku tahu itu, aku mungkin tidak akan terus menunggu selama ini.”
“Aku harap kau ikut bahagia mendengar cerita ini daiku Ra.”
“Aku yakin, kau juga senang mendengarnya. Kau mengerti aku  lebih dari siapapun.”
Matanya menerawang jauh.Aku jelas melihat matanya yang berbahagia.
“Tentu saja aku senang mendengarnya.” Jawabku bohong setelah jeda beberapa detik.
“Aku selalu berbahagia jika kau bahagia.” Kali ini pun bohong.
“Terimaksih banyak. “ lanjutnyasambil menggenggam tanganku.
“Kau benar-benar sahabat terbaikku. Dan maaf. Karena waktu itu ku sampai harus megatakan persaaanmu padaku. Aku sempat ragu menceritakn semuanya hari ii padamu. Aku takut kau merasa sakit hati  lalu membenciku. Tapi aku tak melihatnya barusan. Kau tamapak sama sepertiku, kau tampak merasa bahagia.”
“Ah.. Tanganmu dingin sekali.”
Segera kutarik tanganku dari genggamannya.
“Mungkin karena pendingin di ruangan ini. Dan juga di luar memang tadi sedikit gerimis.” Ujarku mengarang-ngarang.
“Begitu ya.”
“Ya. Sebaiknya aku pulang sekarang, sebelum hypotermia diisni. “ ujarku sambil tersenyum.
Dia mengangguk tanda setuju. “Padahal akau masih ingin mengobrol banyak. Tapi tak apalah. Kau esepertinya memang kelelahan. Mau kuantar pualnag sekalian?’
“Tidak perlu, kau juga pasti kelelahan hari ini. Dan juga, jika kau antar pulang aku dengan motormu itu bisa-bisa mati dijalan karena kedinginan. Aku pulang naik Taxi saja.”
Dia menganggukan kepalanya.
“Hati-hati di jalan, kalo sudah sampai rumah kabarin ya Ra,”
Kuanggukan kepalaku dan melambaikan tangan padanya.

Aku sudah tak bisa menahan lagi air mataku saat aku berbalik dan berjalan meninggalkannya sore itu.

Akasa..Apakah aku nampak bahagia di depanmu tadi???!! Jeritku dalam hati.

Dan seketika  detik itu waktu seoalah-olah berhenti. Yang lain berlarian dan aku hanya mematung seorang diri.

*TAMAT*

Selasa, 03 Maret 2015

Surat Untuk Tuan (Mr.Plesir)



 

Hai, Arai
(Aku lebih suka memanggilmu demikian, meskipun aku sudah tahu nama kau sebenarnya)

Aku tahu sekarang, apa yang membuat tampangmu kusut kemarin hari.Wajahmu,nampak seperti pakaian kering yang lupa di setrika hari itu. Penyebabnya, sederhana.Ini hanya kesimpualanku saja ya, mohon dibenarkan jika salah.

Kenyataan yang ada di hadapanmu tak sesuia harapanmu. Dari awal kau sudah menargetkan 25 orang untuk Trip yang kau buat kali ini. Tapi ternyata, sehari sebelum keberangkatan kau hanya bisa menggerakan hati delapan orang saja. Harusnya sepuluh bukan, hnaya saja satu dari dua orang itu mengalami insiden kecelakaan, dan kemudian dia dan temannya membatalkan rencananya pergi bersama denganmu di detik-detik terakhir. Jika yang kau harapkan 25 orang lalu kemudian yang datang hanya 8 orang, itu berarti kau kehilangan 60 persen. Angka yang tidak sedikit. Kau kecewa, aku melihatnya sangat jelas di raut wajahmu hari itu. Aku bisa menghitung-hitung sendiri berapa besaran rupiah yang harus kau lepaskan saat kenyataan tak sesuai harapanmu hari itu.
(Untuk urusan rupiah, aku selalu cepat menyimpulkan)

Tap hei.. Arai
Selalu ada maksud Tuhan yang tak pernah bisa dimengerti oleh kita di awal kisah.Tak semua hal bisa kita mengerti di dunia ini. Bahkan untuk hal remeh temeh macam 'mengapa Tuhan menciptakan kecoak' di dunia ini.
Kalem saja, dan kisah akan berakhir bahagia. Seperti semua kisah yang kita dengar lewat sebuah dongeng pengantar tidur.

Kau, telah ckup lama bergelut didunia ini, jadi pasti kau paham dengan pasti apa yang akan kau temui dalam perjalanannya.Manis dan pahitnya, tentu sudah kau cecap berkali-kali. Sampai-sampai kau mungkin sudah kebas. Tak mengenali lagi apa bedanya rasa manis dan pahit di lidahmu. Semuanya menjadi tampak samar. Abu-abu.

Hei Temqan, pernahhkah kau mendengar atau membaca kalimat ini,
'Ketika satu pintu tertutup, maka pintu yang lainnya akan segera terbuka.'

Ketika kebahagiaan kecil tak bisa kau dapatkan dengan segera, mungkin kau harus sedikit bersabar. Siapa tahu, tahu siapa. Tuhan sedang mengumpulkannya untuk kemudian diberikn padamu di kemudian hari. Tuhan itu Maha Romantis, percaya atau tidak.

Omong-omong, aku menemukan blogmu di bulan Januari lalu. Di akhir bulan Januari lebih tepatnya.Aku menemukan kalian (karena blog ini dikelola lebih dari satu orang) disaat aku sedang mencari bahan untuk menulis sebuah artikel perjalanan wisata di sebuah blog. www.pegipegi.com . Itu nama blognya. Dan temanya kali itu adalah Ecotourism. Aku sedang mencari informasi tentang penambang belerang kawah Ijen, dan disitulah pertama kali aku menemukan tentang Trip yang kalian buat di awal bulan Maret ini. Sampai hari ini, pengumuman pemenangnya belum dikeluarkan, katanya lusa tanggal 5 baru akan diumumkan. Aku sendiri, tak terlalu berharap banyak keluar sebagai pemenangnya.
(da aku mah apa atuh?)

Aku selalu mempercayai satu hal Arai, Tidak ada yang namanya 'KEBETULAN' di muka bumi ini.Kata seseorang yang kukagumi karya tulisnya, 'bahkan sehelai daun kering pun sudah Tuhan atur kapan waktunya dia harus jatuh ke permukaan tanah'. Jika hal sesederhana itu saja Tuhan atur, apalagi dengan pertemuan banyak manusia. Aku tidak tahu pasti, apa yang Tuhan telah siapkan dengan mempertemukan kami (Rombonganmu hari itu) dengan kau. Tapi sekali lagi, percayalah bahwa itu baik.

Untukku sendiri, pertemuan dengan kalian (kau dan rombongan) sudah jelas maksud dan tujuannya. Aku sudah merasakannya hari ini. Apa itu?
Sederhana saja. Sebuah cerita.

"Yupsi!!".
Aku punya banyak cerita yang bisa kutuliskan dengan segera setelah perjalanan seharian itu. Ada banyak kataku, tidak hanya satu,


PS: Omong-omong, aku ini sedang berusaha menjadi penulis, jadi maklumi saja jika terlalu banyak kalimat yang ditulis terlalu berlebihan. Atu bahkan, postoingan ini sendiripun mungkin akan sangat berlebihan dimatamu.

Episode Trip Tiga Pulau (Bag 1)



langit yang tampak saat kami berangkat
Pagi ini, awan kelabu enggan beranjak dari langit di kota kami. Padahal di hari-hari sebelumnya dia tak pernah nampak sama sekali. Februari memang baru saja berlalu, tapi sepertinya musim penghujan belum berniat meninggalkan kota ini.

gambar diambil di pulau onrust

Tapi perjalanan harus tetap dilakukan. Kami harus tetap berangkat. Menuju tiga pulau di pinggiran ibukota. Pulau Onrust, Pulau Cipir juga Pulau Kelor.

Kami berdelapan dan satu guide dari www.misterplesir.com baru bisa berangkat menuju perahu di jam sembilan pagi. Padahal di awal rencana perjalanan, Arai (guide kami yang kemudian belakangan kuketahui nama aslinya Hilmawan ) berkoar-koar kami harus tiba paling lambat jam delapan pagi di Muara Kamal. Tapi, jam pemberangkatan molor satu jam. Mungkin itu karena ada dua orang dirombongan ini yang berasal dari Bekasi (konon katanya, planet ini berjarak sangat jauh dari bumi. Letaknya berdekatan dengan Matahari).*

Perjalanan hari itu,memberiku banyak pengalaman pertama.
Untuk pertama kalinya, aku menyebrangi lautan dengan sebuah perahu. Sebuah alat transportasi yang tersusun dari bilahan-bilahan kayu, yang entah disambung dengan menggunkan apa.
(omong-omong, sebelumnya di tujuh belas tahun yang lalu aku sering menyebrang di selat sunda dengan menggunakan kapal Feri, yang tentunya lebih besar dan lebih aman untuk mengarungi lauatan lepas)

Ada banyak pengalaman yang pertama lainnya, trip bareng www.misterplesir.com , menghirup udara kampung nelayan, mencium aroma ikan yang sudah berbaur dengan tumpukan limbah rumah tangga, melihat kesibukan nelayan pagi hari.


Apa yang paling menyenangkan dari traveling?
Jawabannya proses menujunya.
Tak ada hal yang lebih mengesankan dari itu.
Di tiga puluh menit menuju pulau pertama kami Onrust, menjadi perjalanan paling menegangkan. Kami berpapasan dengan gelombang yang tidak kecil namun tak begitu besar juga. Perahu ynag kami tumpangi, seringkali bergoyang hebat (mungklin lagi dangdutan, he..he..). Dan puncaknya adalah ketika kami hampir mendekati Pula Cipir ( yang kemudian batal kami singgahi). Kami bertemu dengan gelombang yang lumayana membuat semua penumpang menahan nafas sepersekian detik. Sampai-sampai pengemudi perahu harus mematikan mesinnya.
‘Disitu kadang saya merasa takut”
 
“Horay!!!!!”
Dapet ilmu baru. Ternyata saat berjumpa dengan gelombang ditengah lautan, hal yang paling benar dilakukan adalah mematikan mesin perahu lalu kemudian biarkan gelombang itu sedikit bermesraan dengan perahu kita. Biarkan yang kuat yang menguasai. Tak ada yng bisa melawan kekuatan alam.

Jreng...Jreng...Jreng...
Inilah pulau tujuan kita,
Pulau Onrust..



Buat yang suka ketinggian, meniti tangga-tangga ini bisa dilakukan. Hanya perlu sedikit berhati-hati jika gerimis turun. Tangganya basah, meskipun tidak licin. Cobalah lawan ketakutanmu, jika fobia ketinggian. Selamat mencoba!!


Langit mendung tak mengurangi kebahagiaan kami. Gerimis menjadi pengantar yang manis di pulau hari itu. Deburan ombak di tepian sedikit membuat kami waspada karena tidak sedang ingin berbasah-basahan. Dan di Trip ini, kami. Aku dan seorang temanku bertemu dengan orang-orang asing yang kemudian menjadi teman perjalanan yang menyenangkan. Itulah kenpa kalian, siapapun yang membaca ini harus sekali-kali mencoba melakukan perjalanan lewat agen traveling. Akan ada temana baru yang akan selalu kita jumpai disana.








Dari perjalananku hari itu.aku, masih mempunyai satu pertanyaan yang belum terjawab sampai hari ini.
‘Bagaiman caranya para nelayan itu menancapkan bambu di lautan lepas?’

Semoga lekas ada yang bisa menjelaskannya.




PS : Terimakasih untuk Arai yang telah dengan ikhlas mau kami suruh-suruh mengambil potret kami. Omong-omong, kami sempat ketakutan ketika kau berdebat dengan pengemudi perahu. Kau tampak seperti ibu-ibu yang membeli satu kilogeram tomat yang kemudian ketika dibuka ternyata banyak yang sudah busuk.

*) Omong-omong tentang bekasi, jangan ada yang marah ya,

Sabtu, 28 Februari 2015

Terimakasih Kalian

Teruntuk siapapun,


Tiga puluh hari akan segera selesai. Rasanya, baru saja kemaein aku bergabung dengan para penulis keren di dunia maya ini. Project ini, memberikanku pelajaran yang teramat berharga. Aku, belajar untuk tetap menulis setiap harinya. Meskipun memang, yang kutulis bukan hal-hal yang kemudian menjadi layak untuk dibaca. Terlalu banyak 'sampah' di surat-suratku. 

Dan di tuga puluh hari ini, aku mendapat kesadaran sepenuhnya. Bahwa aku bukanlah apa-apa di bandingkan yang lainnya. Ada banyak bertebaran penulis dengan kalimat-kalomat indah. 

Terimakasih, untuk kalian. Siapapun. Yang sudi untuk sekedar melongok kedalam isi rumahku. Blog ini. Terimakasih banyak. Aku tak tahu lagi bagaiman caranya mengungkapkan kesenanganku atas kebaikan kalian semua. 

Sekali lagi, terimakasih banyak. Semoga Tuhan memberiku izin bertemu kalian semua di tahun mendatanh. Entah itu di dunia maya ataupun nyata. 

Salam,


Jumat, 27 Februari 2015

Surat Terakhir

Kepada Edia 

Sore ini, aku akan menulis surat terakhir untukmu,
Aku tidak akan menyebutnya surat perpisahan, karena hanya aku saja yang memulainya. Sebuah akhiran tanpa awalan. Aku menyebutnya demikian.

Hari ini, aku benar-benar akan melepaskan semua ingatan tentangmi. Aku tak ingin lagi berharap banyak darimu dan waktu. 

Aku, tidak bisa menulis terlalu banyak sore ini. Aku sedang sangat kelelahan. Lelah sekali. 

Tahukah kau Edia, aku mengawali surat untukmu karena sebuah bukul dari Raditya Dika. Lalu kemudian, surat terakhir ini, pun karena buku Raditya Dika juga. Karyanya, menyadarkanku di waktu yang berbeda. Hari pertama dan hari ini. Jika dulu, aku menulis surat untukmu terinspirasi dari bukinya yang berjudul 'Marmut Merah Jambu', maka kali ini buku terbarunya yang membantuku menulis surat ini. Koala Kumal. Di bab terakhir, Raditya Dika menceritakan tentang seekor Koala yang mendapati rumahnya telah berbeda dari yang diaa kenali sebelumnya. Entah kenapa, aku juga menjadi merasa seperti Koala itu. Aku sudah tak mengenali lagi Kau. Kau mungkin orang yang sama, tapi sepertinya berbeda dari yang kutahu dulu. 

Sepertinya itu saja yang ingin kuungkapkan padamu di hari ini. Entah kau akan membacanya atau tidak. Aku sudah tak peduli lagi sama sekali. Semuanya sudah selesai, meskipun aku tahu hanya aku yang mengawalinya. 


Salam,
Teman berseragam merah putih


Kamis, 26 Februari 2015

Aku Menyukai Surat-Suratmu Tuan

Kepada Empunya blog ini

http://barisankatapinjaman.blogspot.com  

@zulkipeputra

Aku, menyukai barisan aksara yang kau tuangkan dalam setiap suratmu. Ada begitu banyak kalimat yang ketika aku membacanya aku akan berkata pada diriku sebdiri,

 'Ah, sialan. Kenapa aku tidak bisa menuliskan kalimat-kalimat yang seperti ini? ' 

Hei, aku sendiri selalu bersusah payah mencari-cari kalimat yang indah untuk dituliskan.Tapi sayangnya, aku tak pernah berhasil. Aku, kesulitan mencari kata yang tepat untuk menyimpan maksud yang ingin kusampaikan lewat tulisanku. Dan kau Tuan, kau sangat pandai menyembunyikan maksud tulisanmu. Aku sendiri sampai-sampai harus berimajinasi tentang apa yang mungkin sebenarnya ingin kau samapaikan melalui surat-suratmu.

Dari semua suratmu yang paling kusukau adalah surat yang ini i 
http://barisankatapinjaman.blogspot.com/2015/02/untuk-jiwa-yang-disembunyikan-masa.html?m=1

Tuan, siapapun yang kau kirimi surat pastilah akan punya banyak pertanyaan seperti yang kurasakan ketika membacanya. Atau mungkin, karena aku terlalu bodoh, aku menjadi tidak bisa memahami suratmu tanpa harus nengerutkan keningku.

Tuan, aku rasa kau seorang penulis. Kau mungkin pernah menulis sebuah novel yang sudah diterbitkan. Jika belum, menulislah. Dan aku, akan dengan senang hati membaca karyamu.

Terimakasih, karena telah menuliskan sebuah surat yang indah Tuan,


Salam,

Daribseirang pembaca suratmu di 30 menit yang lalu.


Rabu, 25 Februari 2015

Kemarin

Hari Ke-27
Selamat senja, 

Kemarin, di hari hari yang telah lalu sebelum surat pertama kutulis aku sering membayangkanmu diam-diam sebelum tidur. Aku, mengarang sendiri kemungkinan-kemungkinan pertemuan kau dan aku. Kita. Saat-saat itu, kau menjadi cerita pengantar dari aku untuk aku. Cerita yang kubuat lalu kemudian kubacakan untuk diriku sendiri. Itu, jauh-jauh hari sebelum surat pertama. Dan saat aku mulai bisa menghubungimu di dunia maya, aku sedikit mempunyai harapan yang jauh. Saking jauhnya, aku sendiri sampai-sampai bingung apakah benar yang telah kulakukan itu. 

Hari ini, sudah tanggal 25, itu berarti aku akan menulis dua sueat lagi untukmu. Dua surat itu, akan menjadi surat pelepasan ingatan akanmi. Aku menyadarinya sekarang. Kau, tidak membuatku yakin kalau perasaanku itu adalah hal yang tidak sia-sia. 


Salam, 

Teman berseragam merah putih


Selasa, 24 Februari 2015

Mendengarkan

Hari Ke-26 

Selamat sore Edia,

Sejujurnya aku tidak tahu harus menuliskan apalagi untukmu hari ini.  Aku sudah terlanjur membuat komitmen pada diriku sendiri untuk menuliskan satu surat perhari untukmu di akhir-akhir project ini. Sebuah komitmen gila dari aku yang bodoh. Entah cerita apa lagi yang harus kusampaikan padamu. 

Mungkin aku hanya akan menuliskan surat dengan singkat saja. Aku, adalah pendengar yang baik. Jika suatu hari nanti kau merasa sedang membutuhkan seseorang untuk berdiskusi, kau bisa menghubungiku. Untukmu, aku akan sediakan waktu. Tak perlu sungkan, aku punya banyak waktu luang, tidak hanya untukmu. Untuk siapapun, bahkan yang tak kengenalku dengan akrab sekalipun. Aku selalu menyediakan waktu untuk menjadi pendengar yang baik.

Salam,
Teman berseragam merah putih


Senin, 23 Februari 2015

Hujan

Hari ke-25 

Selamat sore Edia, 

Bagaimana harimu? 

Langit di atasku sekarang tak hanya  kelabu. Dia menurunkan banyak air saat ini. Terlalu banyak, hingga membuatku muak. Senja yang kutunggu sedari pagi tak nampak, terhalangi butiran-butiran air yang turun.
Omong-omong, sore ini aku mengingat satu kalimat yang yang kau tuliskan di hari yang lalu. 

'Tetkadang hidup, tak selalu sejalan dengan yang kita inginkan'. 

Aku, mendengar kalimat itu ribuan kali sebelumnya. Tapi tetap saja aku merasa sedikit terkejut saat kalimat itu kau yang mengungkapkannya. Aku selalu berpikir, kalau kau selalu dapat apa yang kau mau. Kehidupan yang kau jalani benar-benar seperti yang selalu kau inginkan. Dulu, aku mengira bahwa kau punya banyak hal yang memungkinkanmu menggapai semua impianmu. Tapi ternyata, aku menyadari. Ekspektasiku tentangmu terlalu berlebihan. Mungkin saja kau juga punya keluhan yang sama sepertiku selama ini. Hanya saja aku tak pernah mengetahui dan tak pernah mencoba mencari tahu.  

Menyoal hidup yang terkadang tak sesuai harapan, aku menyadari bahwa mungkin harapanku untuk bersamamu tak bisa sejalan dengan rencana yang digariskan Tuhan. 

Tapi, apapun yang terjadi, kuharap kita berdua sama-sama mengerti jika pada akhirnya semua cerita akan punya ending 'happily ever after'.

Salam
Teman berseragam merah putih


Minggu, 22 Februari 2015

Waktu

Hari ke -24  

Selamat siang Edia 

Langit di tempatku saat ini bukan hanya cerah, mataharinya sangat terik. Sejujurnya, aku tak menyukai matahari di jam seperti sekarang, dia tampak terlalu kuat, tak tertandingi. Matahari yang sangat terik dan hujan yang turun adalah dua hal yang selalu membuatku enggan berpergian.  

Bagaimana denganmu? 

Langit seperti apa yang kau sukai?

Malam kemarin, sepulang perjalanan bersama teman ke acara Book Signing  'Koala Kumal ' Raditya Dika, aku menyadari satu hal. Kebiasaanku mengabaikan waktu. Seringnya, aku datang terlambat dari waktu yang dijadwalkan. Kecuali hari itu, aku datang lebih awal. Dan saat aku mempersiapkan waktu lebih  baik, semesta memberiku banyak kemudahn berjumpa dengan kesempatan. Dan yang kudapatkan hari itu, kebahagiaan yang sempurna. 

Lalu apa hubungannya dengan cerita tentang kau dan aku? 

Sederhana. Sebuah kesimpulan yang kudapat. Aku, tidak akan bisa mendapatkan kebahgiaan mencintaimu. Karena, aku menghampirimu di waktu yang amat sangat terlambat. Kita, tidak bisa menjadi satu hanya karena satu kata bernama 'cinta'. Kita, bisa bersatu hanya jika waktu yang membuatnya. Dan kali ini, aku harus menerima kenyataan, bahwa waktu yang kita miliki tenyata terpaut sangat jauh. Jauh sekali. Aku melihatmu yang dahulu kukenal. Dan kau, tak mengenaliku yang sekarang. Waktu yang kita miliki tak sama, itu sebabnya perjalanan kitapun tak mungkin sama.  Tujuan, jelas berbeda. 

Salam, 

Teman berseragam merah putih


Sabtu, 21 Februari 2015

Menunggu

Hari ke -23
(Aku menuliskannya untuk melawan penyakit lupaku. Angka itu tak menunjukan apapun buatmu Edia) 

Omong-omong, aku menulis ini di waktu jeda dan sedang menunggu seorang teman untuk sebuah perjalanan. Aku takut, nanti tidak punya waktu untuk menulis surat ini. 

Apa kabar pagimu hari ini? 

Pagiku, menyenangkan omong-omong. Aku melihat langit yang terang hari ini. Matahari sedang berbaik hati pada kota ini, setelah hujan turun di hari-hari yang lalu. Kuharap kau juga menyukai pagi ini. Walaupun sebenarnya aku tidak tahu persis, apakah matahari muncul di tempat kau berada sekarang atau tidak. 

Edia, menyoal tentang jeda, aku biasa menyebutnya dengan waktu menunggu. Aku telah melewati waktu yang tak sedikit untuk sekedar membuat kesempatan bertemu denganmu. Sekarangpun, aku sedang dalam keadaan menunggu untuk bertemu denganmu. 

Aku, ingin melihat penolakan diriku sendiri atasmu Aku ingin menemui kau yang sudah berbeda dan merasakan kehilangan pesona di mataku atasmi. 

Kenapa demikian?  

Itu untuk memudahkanku melepaskanmu. Aku berharap saat bejumpa nanti kau mencetitakan tentang seorang wanita yang sedang atau sudah menarik perhatianmu. Aki ingin sekali mengetahui, apa yang kurasakan setelah mendengar cerita itu. 

Sampai berjumpa nanti.

Di waktu luang yang kau sebutkan. 


Salam, 

Teman berseragam merah putih


Jumat, 20 Februari 2015

Selamat Untuk Kemarinmu

Kepada Edia,

Hai Edia, aku punya surat lagi untukmu. Besok dan lusa juga aku akan  menulis surat untukmu. Aku akan menuliskannya sampai tanggal 27 bulan ini. Itu berarti tujuh hari lagi. Setelah ini, akan ada tujuh surat lagi untukmu. Semoga tidak ada yang bosan dengan surat-suratku untukmu ya.

Kemarin hari, adalah hari ulang tahunmu. 
Maaf jika aku tak bisa menuliskan surat untukmu di hari itu.
Ada yang lebih penting dari menulis untukmu. Adakah?
Tentu saja, ada. Kau tidak selalu jadi pilhan pertama.  
Karena sesunguhnya kau adalah pilihan terakhirku,
Ya, sejujurnya saat aku menulis surat yang ditujukan untukmu itu adalah pilihan terakhir yang kupunya. Setelah melewati pertimbangan-pertimbangan tentunya. 
Menulis untukmu, tentulah perlu alasan yang sangat tepat. 

Selamat ulang tahun Edia,
Selamat bertambah dewasa,
Selamat menjemput pagi yang baru untukmu.
(omong-omong, aku sudah berbaik hati berbasa-basi di messenger kemarin pagi.)

Bagaiman pekerjaanmu hari ini? 
Menyenangkan atau biasa saja, atau bahkan menyebalkan?
Semoga semuanya berjalan baik-baik saja ya,

Oh iya, tentang pekerjaanmu di proyek pembangunan milik BUMN itu mengingatkanku pada sebuah novel favoritku. Kau boleh membacanya nanti jika kau mau. Judulnya Rembulan Tenggelam Diwajahmu. Penulisnya Tere Liye. Aku menyukai penulis yang satu ini, ada dua belas buku karangannya beliau yang sudah kubaca, Dan novel yang ini amt spesial. Dari novel ini, aku belajar hidup kembali. Belajar untuk bangkit dari kepasrahan menghadapi nasib yang begitu-begitu saja. 
Dalam novel ini, tokoh utamannya adalah seorang laki-laki yang pekerjaannya berkaitan dengan proyek-proyek seperti yang sedang kau kerjakan saat ini. 

Tapi, tentu saja dia punya kisah yang berbeda dengan kau. Akupun tidak tahu persis apakah memang yang kau kerjakan persis seperti yang Rai lakukan ( Rai nama tokoh utama novel ini). Yang aku tahu, Kau dan Rai dihubungkan oleh satu hal. Pekerjaan yang berhubungna dengan pasir, sak semen, batu bata dan teman-temannya.

Jika ada waktu, kau harus membaca novel ini. Aku bisa menjamin, kau akan menemukan sudut pandang yang baru menyoal takdir dan hidup setelah membaca novel ini.

Kurasa, sudah cukup suratku hari ini Edia. Aku harus menyimapan yang lainnya untuk  esok hari.


Salam,
Dari teman berseragam merah-putih.

Kamis, 19 Februari 2015

Surat Balasan

Untuk Bosse,
Di dunia maya, 

Dia awal surat ini, aku terpaksa mengungkapkan kekecewaanku sendiri. Bosse, aku tidak bisa memenuhi undangan gathering di tanggal 1 Maret nanti. Aku, sudah membuat jadwal untuk trip di tanggal tersebut jauh sebelum bergabung dengan priject ini. 

Jika saja, aku bisa membagi raga ini untuk datang di gathering dan di trip tersebut, pasti akan menyenangkan. Tapi itu tidaklah mungkin. 

Pastinya, akan menyenangkan jika saja aku bisa datang dan bertemu dengan para tukang pos yang baik hati.

 Akan menyenangkan juga jika bertemu dengan para penulis surat yang konsisten di 30 hari tersebut. Berbagi cerita tentang banyak cinta dan beragam rindu. Tak ada yang lebih menyenangkan dari mengobrol panjang lebar tentang cinta.  Bukankah begitu Bosse. 

Lusa, tahun depan jika Tuhan masih mempercayaiku untuk tetap bernafas aku pastinya akan mengosongkan jadwal di bulan Maret untuk acara gathering. Jika, project ini terus berlanjut di tahun depan tentunya. 

Dan terakhir, aku ingin berterimakasih untuk semua yang terlibat dalam project ini. Entah itu tukang pos, Bosse , dan para penulis surat serta pembaca surat itu sendiri. Dari kalian, aku belajar banyak tentang sebuah tanggung jawab menjaga konsistensi. Terimakasih, karena kalian telah membuat saya selalu ingin menulis surat. Dan mohon maaf, karena jujur saja aku jarang berkunjung ke blog yang lain dan membaca surat-surat kalian. Aku kesulitan saat harus membaca aksara yang terlalu kecil melalui layar telepon genggam. (omong-omong mataku ini didiagnosa terkena katarak,  akan cepat sekali lelah jika terlalu banyak membaca aksara yang terlalu  kecil) 


Semoga acarnya nanti berlangsung dengan meriah, selamat berkumpul para penulis cinta,

Dari penulis surat baru,


Rabu, 18 Februari 2015

Menunggumu Berbasa-basi

Hasil gambar untuk kotak surat

Selamat sore, Edia

Sejujurnya saja, kemarin hari aku menunggumu menuliskan sebuah kalimat basa-basi di dinding Facebook atau di massanger-ku. Aku pikir, sebagai orang yang pernah mengenalku, kau bisa sedikit beramah tamah di hari pertambahan usiaku. Mengirimkan satu dua kata ucapan selamat seperti segelintir temanku.

Sayangnya, hingga malam hari aku tak menemukan pemberitahuan apapun atas namamu. Sempat aku berpikir kau terlalu sibuk hingga tak sempat membuka akun sosial mediamu itu, tapinya aku melihatmu di linimasa. Lalu kemudian, aku kembali berpikir positif lagi, mungkin kau tidak memasang notifikasi untuk pemberitahuan hari lahir teman-temanmu. Tapi sebenarnya, pikiranku yang terlalu baik itu bisa membunuhku pelan-pelan.

Aku bisa merasakan kecewa jika saja aku terus menerus berpikiran baik akanmu. Jadi, pagi ini kusimpulkan bahwa aku adalah angin lalu buatmu. Hanya terasa ada menghampirimu sesaat, lalu kemudian hilang tak terdengar lagi bisikannya. Aku,sebisa mungkin meyakinkan diriku untuk tidak berharap lebih atasmu. Dengan begitu, sepertinya aku tidak perlu kecewa lagi.

Tapi kemudian Edia, sore ini aku ambigu. Aku lalu memilih untuk  terus kecewa. Karena, hanya kau saja yang bisa membangkitkan semua imaji dalam pikiranku. Karena hanya kaulah yang bisa kukirimi surat saat-saat sekarang ini. Kumohon kau tidak merasa keberatan atas semua kelancanganku ini.

Jika kemarin hari aku pernah mengatakan bahwa aku ingin berhenti menulis surat untukmu, hari ini aku mencabut kata-kata itu. Aku membutuhkanmu untuk tetap bisa menulis surat. Aku butuh kamu untuk menjadi inspirasiku dalam menulis. Jadi akan kubiarkan saja diri ini mengingatmu. Mencari-cari sedikit ingatan untuk dituangkan dalam bentuk aksara.

Aku ingin tetap menulis surat hingga akhir bulan ini. Dan aku ingin tetap menuliskannya untukmu. Meskipun, surat itu tidak akan pernah sampai sekalipun. Aku tak peduli lagi. Apakah nantinya kau akan membacanya atau tidak. Aku hanya menulis saja. Akan berakhir seperti apa tulisan-tulisanku ini nanti, aku tak ingin merisaukannya.

Salam,
Dari seorang teman berseragam merah putih.

PS :  Ada banyak teman yang mengenalku dulu, dan merekapun tak menulis pesan apapun untukku. Jadi, jika kau membaca ini, jangan terlalu risau dan merasa bersalah.

Selasa, 17 Februari 2015

Kepada Biru Yang Menggenapkan



17 Februari 2015

Kepada biru, yang selalu kukagumi.
Langit,

Ini hari ke Sembilan Belas. Dan aku sudah kehabisan bahan untuk menulis surat. Aku sedang bosan menulis surat untuk dia. Selain itu, tak ada cinta yang sedang ingin kuungkapkan saat ini. Tak ada seseorang yang sedang sangat aku sukai hari ini. Tak ada rindu yang ingin segera kutuliskan di pagi ini. Dan aku tidak sedang menunggu siapapun.

Jika saja aku bisa, aku ingin memuja seseorang kapanpun aku mau. Misalkan saja, aku menemukan sebuah tulisan lalu kemudian menyukainya dan kemudian memujanya. Atau katakanlah, aku melihat sebuah karya lukisan lalu kemudian aku berambisi mengejar penciptanya. Sayangnya itu tidak akan bisa kulakukan. Siapalah aku ini. Tak panataslah terlalu banyak menghayalkan hal-hal yang memang di luar jangkauanku sendiri. Kesimpulannya, aku cukup sadar diri untuk tidak menjadi gila karena sebuah karya. 
Ow..Sakitnya akan sampai di ulu hati saat memuja seseorang yang amat jauh lalu kemudian kita menyadari bahwa seseorang itu tak menghiraukannya sama sekali. Menghadapi hal sepele saja aku sudah kelelahan, apalagi jika harus menghadapi ketidakwarasanku karena seseorang yang kuagung-agungkan karyanya.

Jadi, kuputuskannlah menuliskan surat untukmu. 
Langit.
Setdaknya aku tak perlu khawatir akan kecewa karena sebuah penolakan.

Aku, mencintaimu berpuluh bahkan ratusan kali seumur hidupku.
Aku, jatuh cinta berulang kali padamu di setiap harinya.
Aku menyukaimu yang tak bertepi. Aku menyukaimu yang menyimpan berjuta-juta cerita. Aku menyukaimu yang punya banyak warna. Meskipun, mungkin yang terlihat hanya biru.
Tapi, dimataku kau selalu punya biru yang berbeda di setiap waktunya.
Aku menyukai waktu spesialmu,yakni menjelang pergantian. Malam menuju siang dan siang menuju malam. Kau adalah sempurna dari bentuk keadilan. Kau sempurna membagi terang dan gelapnya dunia.
Aku menyukaimu, entah itu terik atau teduh, Entah itu malam atau siang. Entah itu kelabu atau biru. Entah itu berbintang atau hampa sekalipun. Apapun warnamu, aku menyukainya.
Terimakasih, telah menemaniku dalam banyak waktu.
Bahagia dan kecewaku. Penerimaan dan penolakan atasku. Keberhasilan dan kegagalanku.
Terimaksih, karena selalu berbagi cerita bersamaku.
Terimakasih, karena kau selalu menggenapkan semua rasa di setiap waktu. Bahagia, kecewa, keberhasilan dan kegagalanku. Kau selalu menggenapkannya dengan caramu sendiri.
Entah itu dengan gerimis, awan kelabu bahkan jingga yang cantik.


Aku tahu, surat ini mungkin tidak akan ada yang bisa mengantarkannya padamu. Tak mengapa. Tak semua surat harus sampai di tujuannya, bukan.


Mungkin, itu saja yang bisa kutuliskan. Lain waktu jika hatiku sudah mulai mencinta aku akan menceritakannya padamu.


Selamat berbagi kisah untuk yang lainnya.


Dari pengagummu.