Sabtu, 28 Februari 2015

Terimakasih Kalian

Teruntuk siapapun,


Tiga puluh hari akan segera selesai. Rasanya, baru saja kemaein aku bergabung dengan para penulis keren di dunia maya ini. Project ini, memberikanku pelajaran yang teramat berharga. Aku, belajar untuk tetap menulis setiap harinya. Meskipun memang, yang kutulis bukan hal-hal yang kemudian menjadi layak untuk dibaca. Terlalu banyak 'sampah' di surat-suratku. 

Dan di tuga puluh hari ini, aku mendapat kesadaran sepenuhnya. Bahwa aku bukanlah apa-apa di bandingkan yang lainnya. Ada banyak bertebaran penulis dengan kalimat-kalomat indah. 

Terimakasih, untuk kalian. Siapapun. Yang sudi untuk sekedar melongok kedalam isi rumahku. Blog ini. Terimakasih banyak. Aku tak tahu lagi bagaiman caranya mengungkapkan kesenanganku atas kebaikan kalian semua. 

Sekali lagi, terimakasih banyak. Semoga Tuhan memberiku izin bertemu kalian semua di tahun mendatanh. Entah itu di dunia maya ataupun nyata. 

Salam,


Jumat, 27 Februari 2015

Surat Terakhir

Kepada Edia 

Sore ini, aku akan menulis surat terakhir untukmu,
Aku tidak akan menyebutnya surat perpisahan, karena hanya aku saja yang memulainya. Sebuah akhiran tanpa awalan. Aku menyebutnya demikian.

Hari ini, aku benar-benar akan melepaskan semua ingatan tentangmi. Aku tak ingin lagi berharap banyak darimu dan waktu. 

Aku, tidak bisa menulis terlalu banyak sore ini. Aku sedang sangat kelelahan. Lelah sekali. 

Tahukah kau Edia, aku mengawali surat untukmu karena sebuah bukul dari Raditya Dika. Lalu kemudian, surat terakhir ini, pun karena buku Raditya Dika juga. Karyanya, menyadarkanku di waktu yang berbeda. Hari pertama dan hari ini. Jika dulu, aku menulis surat untukmu terinspirasi dari bukinya yang berjudul 'Marmut Merah Jambu', maka kali ini buku terbarunya yang membantuku menulis surat ini. Koala Kumal. Di bab terakhir, Raditya Dika menceritakan tentang seekor Koala yang mendapati rumahnya telah berbeda dari yang diaa kenali sebelumnya. Entah kenapa, aku juga menjadi merasa seperti Koala itu. Aku sudah tak mengenali lagi Kau. Kau mungkin orang yang sama, tapi sepertinya berbeda dari yang kutahu dulu. 

Sepertinya itu saja yang ingin kuungkapkan padamu di hari ini. Entah kau akan membacanya atau tidak. Aku sudah tak peduli lagi sama sekali. Semuanya sudah selesai, meskipun aku tahu hanya aku yang mengawalinya. 


Salam,
Teman berseragam merah putih


Kamis, 26 Februari 2015

Aku Menyukai Surat-Suratmu Tuan

Kepada Empunya blog ini

http://barisankatapinjaman.blogspot.com  

@zulkipeputra

Aku, menyukai barisan aksara yang kau tuangkan dalam setiap suratmu. Ada begitu banyak kalimat yang ketika aku membacanya aku akan berkata pada diriku sebdiri,

 'Ah, sialan. Kenapa aku tidak bisa menuliskan kalimat-kalimat yang seperti ini? ' 

Hei, aku sendiri selalu bersusah payah mencari-cari kalimat yang indah untuk dituliskan.Tapi sayangnya, aku tak pernah berhasil. Aku, kesulitan mencari kata yang tepat untuk menyimpan maksud yang ingin kusampaikan lewat tulisanku. Dan kau Tuan, kau sangat pandai menyembunyikan maksud tulisanmu. Aku sendiri sampai-sampai harus berimajinasi tentang apa yang mungkin sebenarnya ingin kau samapaikan melalui surat-suratmu.

Dari semua suratmu yang paling kusukau adalah surat yang ini i 
http://barisankatapinjaman.blogspot.com/2015/02/untuk-jiwa-yang-disembunyikan-masa.html?m=1

Tuan, siapapun yang kau kirimi surat pastilah akan punya banyak pertanyaan seperti yang kurasakan ketika membacanya. Atau mungkin, karena aku terlalu bodoh, aku menjadi tidak bisa memahami suratmu tanpa harus nengerutkan keningku.

Tuan, aku rasa kau seorang penulis. Kau mungkin pernah menulis sebuah novel yang sudah diterbitkan. Jika belum, menulislah. Dan aku, akan dengan senang hati membaca karyamu.

Terimakasih, karena telah menuliskan sebuah surat yang indah Tuan,


Salam,

Daribseirang pembaca suratmu di 30 menit yang lalu.


Rabu, 25 Februari 2015

Kemarin

Hari Ke-27
Selamat senja, 

Kemarin, di hari hari yang telah lalu sebelum surat pertama kutulis aku sering membayangkanmu diam-diam sebelum tidur. Aku, mengarang sendiri kemungkinan-kemungkinan pertemuan kau dan aku. Kita. Saat-saat itu, kau menjadi cerita pengantar dari aku untuk aku. Cerita yang kubuat lalu kemudian kubacakan untuk diriku sendiri. Itu, jauh-jauh hari sebelum surat pertama. Dan saat aku mulai bisa menghubungimu di dunia maya, aku sedikit mempunyai harapan yang jauh. Saking jauhnya, aku sendiri sampai-sampai bingung apakah benar yang telah kulakukan itu. 

Hari ini, sudah tanggal 25, itu berarti aku akan menulis dua sueat lagi untukmu. Dua surat itu, akan menjadi surat pelepasan ingatan akanmi. Aku menyadarinya sekarang. Kau, tidak membuatku yakin kalau perasaanku itu adalah hal yang tidak sia-sia. 


Salam, 

Teman berseragam merah putih


Selasa, 24 Februari 2015

Mendengarkan

Hari Ke-26 

Selamat sore Edia,

Sejujurnya aku tidak tahu harus menuliskan apalagi untukmu hari ini.  Aku sudah terlanjur membuat komitmen pada diriku sendiri untuk menuliskan satu surat perhari untukmu di akhir-akhir project ini. Sebuah komitmen gila dari aku yang bodoh. Entah cerita apa lagi yang harus kusampaikan padamu. 

Mungkin aku hanya akan menuliskan surat dengan singkat saja. Aku, adalah pendengar yang baik. Jika suatu hari nanti kau merasa sedang membutuhkan seseorang untuk berdiskusi, kau bisa menghubungiku. Untukmu, aku akan sediakan waktu. Tak perlu sungkan, aku punya banyak waktu luang, tidak hanya untukmu. Untuk siapapun, bahkan yang tak kengenalku dengan akrab sekalipun. Aku selalu menyediakan waktu untuk menjadi pendengar yang baik.

Salam,
Teman berseragam merah putih


Senin, 23 Februari 2015

Hujan

Hari ke-25 

Selamat sore Edia, 

Bagaimana harimu? 

Langit di atasku sekarang tak hanya  kelabu. Dia menurunkan banyak air saat ini. Terlalu banyak, hingga membuatku muak. Senja yang kutunggu sedari pagi tak nampak, terhalangi butiran-butiran air yang turun.
Omong-omong, sore ini aku mengingat satu kalimat yang yang kau tuliskan di hari yang lalu. 

'Tetkadang hidup, tak selalu sejalan dengan yang kita inginkan'. 

Aku, mendengar kalimat itu ribuan kali sebelumnya. Tapi tetap saja aku merasa sedikit terkejut saat kalimat itu kau yang mengungkapkannya. Aku selalu berpikir, kalau kau selalu dapat apa yang kau mau. Kehidupan yang kau jalani benar-benar seperti yang selalu kau inginkan. Dulu, aku mengira bahwa kau punya banyak hal yang memungkinkanmu menggapai semua impianmu. Tapi ternyata, aku menyadari. Ekspektasiku tentangmu terlalu berlebihan. Mungkin saja kau juga punya keluhan yang sama sepertiku selama ini. Hanya saja aku tak pernah mengetahui dan tak pernah mencoba mencari tahu.  

Menyoal hidup yang terkadang tak sesuai harapan, aku menyadari bahwa mungkin harapanku untuk bersamamu tak bisa sejalan dengan rencana yang digariskan Tuhan. 

Tapi, apapun yang terjadi, kuharap kita berdua sama-sama mengerti jika pada akhirnya semua cerita akan punya ending 'happily ever after'.

Salam
Teman berseragam merah putih


Minggu, 22 Februari 2015

Waktu

Hari ke -24  

Selamat siang Edia 

Langit di tempatku saat ini bukan hanya cerah, mataharinya sangat terik. Sejujurnya, aku tak menyukai matahari di jam seperti sekarang, dia tampak terlalu kuat, tak tertandingi. Matahari yang sangat terik dan hujan yang turun adalah dua hal yang selalu membuatku enggan berpergian.  

Bagaimana denganmu? 

Langit seperti apa yang kau sukai?

Malam kemarin, sepulang perjalanan bersama teman ke acara Book Signing  'Koala Kumal ' Raditya Dika, aku menyadari satu hal. Kebiasaanku mengabaikan waktu. Seringnya, aku datang terlambat dari waktu yang dijadwalkan. Kecuali hari itu, aku datang lebih awal. Dan saat aku mempersiapkan waktu lebih  baik, semesta memberiku banyak kemudahn berjumpa dengan kesempatan. Dan yang kudapatkan hari itu, kebahagiaan yang sempurna. 

Lalu apa hubungannya dengan cerita tentang kau dan aku? 

Sederhana. Sebuah kesimpulan yang kudapat. Aku, tidak akan bisa mendapatkan kebahgiaan mencintaimu. Karena, aku menghampirimu di waktu yang amat sangat terlambat. Kita, tidak bisa menjadi satu hanya karena satu kata bernama 'cinta'. Kita, bisa bersatu hanya jika waktu yang membuatnya. Dan kali ini, aku harus menerima kenyataan, bahwa waktu yang kita miliki tenyata terpaut sangat jauh. Jauh sekali. Aku melihatmu yang dahulu kukenal. Dan kau, tak mengenaliku yang sekarang. Waktu yang kita miliki tak sama, itu sebabnya perjalanan kitapun tak mungkin sama.  Tujuan, jelas berbeda. 

Salam, 

Teman berseragam merah putih


Sabtu, 21 Februari 2015

Menunggu

Hari ke -23
(Aku menuliskannya untuk melawan penyakit lupaku. Angka itu tak menunjukan apapun buatmu Edia) 

Omong-omong, aku menulis ini di waktu jeda dan sedang menunggu seorang teman untuk sebuah perjalanan. Aku takut, nanti tidak punya waktu untuk menulis surat ini. 

Apa kabar pagimu hari ini? 

Pagiku, menyenangkan omong-omong. Aku melihat langit yang terang hari ini. Matahari sedang berbaik hati pada kota ini, setelah hujan turun di hari-hari yang lalu. Kuharap kau juga menyukai pagi ini. Walaupun sebenarnya aku tidak tahu persis, apakah matahari muncul di tempat kau berada sekarang atau tidak. 

Edia, menyoal tentang jeda, aku biasa menyebutnya dengan waktu menunggu. Aku telah melewati waktu yang tak sedikit untuk sekedar membuat kesempatan bertemu denganmu. Sekarangpun, aku sedang dalam keadaan menunggu untuk bertemu denganmu. 

Aku, ingin melihat penolakan diriku sendiri atasmu Aku ingin menemui kau yang sudah berbeda dan merasakan kehilangan pesona di mataku atasmi. 

Kenapa demikian?  

Itu untuk memudahkanku melepaskanmu. Aku berharap saat bejumpa nanti kau mencetitakan tentang seorang wanita yang sedang atau sudah menarik perhatianmu. Aki ingin sekali mengetahui, apa yang kurasakan setelah mendengar cerita itu. 

Sampai berjumpa nanti.

Di waktu luang yang kau sebutkan. 


Salam, 

Teman berseragam merah putih


Jumat, 20 Februari 2015

Selamat Untuk Kemarinmu

Kepada Edia,

Hai Edia, aku punya surat lagi untukmu. Besok dan lusa juga aku akan  menulis surat untukmu. Aku akan menuliskannya sampai tanggal 27 bulan ini. Itu berarti tujuh hari lagi. Setelah ini, akan ada tujuh surat lagi untukmu. Semoga tidak ada yang bosan dengan surat-suratku untukmu ya.

Kemarin hari, adalah hari ulang tahunmu. 
Maaf jika aku tak bisa menuliskan surat untukmu di hari itu.
Ada yang lebih penting dari menulis untukmu. Adakah?
Tentu saja, ada. Kau tidak selalu jadi pilhan pertama.  
Karena sesunguhnya kau adalah pilihan terakhirku,
Ya, sejujurnya saat aku menulis surat yang ditujukan untukmu itu adalah pilihan terakhir yang kupunya. Setelah melewati pertimbangan-pertimbangan tentunya. 
Menulis untukmu, tentulah perlu alasan yang sangat tepat. 

Selamat ulang tahun Edia,
Selamat bertambah dewasa,
Selamat menjemput pagi yang baru untukmu.
(omong-omong, aku sudah berbaik hati berbasa-basi di messenger kemarin pagi.)

Bagaiman pekerjaanmu hari ini? 
Menyenangkan atau biasa saja, atau bahkan menyebalkan?
Semoga semuanya berjalan baik-baik saja ya,

Oh iya, tentang pekerjaanmu di proyek pembangunan milik BUMN itu mengingatkanku pada sebuah novel favoritku. Kau boleh membacanya nanti jika kau mau. Judulnya Rembulan Tenggelam Diwajahmu. Penulisnya Tere Liye. Aku menyukai penulis yang satu ini, ada dua belas buku karangannya beliau yang sudah kubaca, Dan novel yang ini amt spesial. Dari novel ini, aku belajar hidup kembali. Belajar untuk bangkit dari kepasrahan menghadapi nasib yang begitu-begitu saja. 
Dalam novel ini, tokoh utamannya adalah seorang laki-laki yang pekerjaannya berkaitan dengan proyek-proyek seperti yang sedang kau kerjakan saat ini. 

Tapi, tentu saja dia punya kisah yang berbeda dengan kau. Akupun tidak tahu persis apakah memang yang kau kerjakan persis seperti yang Rai lakukan ( Rai nama tokoh utama novel ini). Yang aku tahu, Kau dan Rai dihubungkan oleh satu hal. Pekerjaan yang berhubungna dengan pasir, sak semen, batu bata dan teman-temannya.

Jika ada waktu, kau harus membaca novel ini. Aku bisa menjamin, kau akan menemukan sudut pandang yang baru menyoal takdir dan hidup setelah membaca novel ini.

Kurasa, sudah cukup suratku hari ini Edia. Aku harus menyimapan yang lainnya untuk  esok hari.


Salam,
Dari teman berseragam merah-putih.

Kamis, 19 Februari 2015

Surat Balasan

Untuk Bosse,
Di dunia maya, 

Dia awal surat ini, aku terpaksa mengungkapkan kekecewaanku sendiri. Bosse, aku tidak bisa memenuhi undangan gathering di tanggal 1 Maret nanti. Aku, sudah membuat jadwal untuk trip di tanggal tersebut jauh sebelum bergabung dengan priject ini. 

Jika saja, aku bisa membagi raga ini untuk datang di gathering dan di trip tersebut, pasti akan menyenangkan. Tapi itu tidaklah mungkin. 

Pastinya, akan menyenangkan jika saja aku bisa datang dan bertemu dengan para tukang pos yang baik hati.

 Akan menyenangkan juga jika bertemu dengan para penulis surat yang konsisten di 30 hari tersebut. Berbagi cerita tentang banyak cinta dan beragam rindu. Tak ada yang lebih menyenangkan dari mengobrol panjang lebar tentang cinta.  Bukankah begitu Bosse. 

Lusa, tahun depan jika Tuhan masih mempercayaiku untuk tetap bernafas aku pastinya akan mengosongkan jadwal di bulan Maret untuk acara gathering. Jika, project ini terus berlanjut di tahun depan tentunya. 

Dan terakhir, aku ingin berterimakasih untuk semua yang terlibat dalam project ini. Entah itu tukang pos, Bosse , dan para penulis surat serta pembaca surat itu sendiri. Dari kalian, aku belajar banyak tentang sebuah tanggung jawab menjaga konsistensi. Terimakasih, karena kalian telah membuat saya selalu ingin menulis surat. Dan mohon maaf, karena jujur saja aku jarang berkunjung ke blog yang lain dan membaca surat-surat kalian. Aku kesulitan saat harus membaca aksara yang terlalu kecil melalui layar telepon genggam. (omong-omong mataku ini didiagnosa terkena katarak,  akan cepat sekali lelah jika terlalu banyak membaca aksara yang terlalu  kecil) 


Semoga acarnya nanti berlangsung dengan meriah, selamat berkumpul para penulis cinta,

Dari penulis surat baru,


Rabu, 18 Februari 2015

Menunggumu Berbasa-basi

Hasil gambar untuk kotak surat

Selamat sore, Edia

Sejujurnya saja, kemarin hari aku menunggumu menuliskan sebuah kalimat basa-basi di dinding Facebook atau di massanger-ku. Aku pikir, sebagai orang yang pernah mengenalku, kau bisa sedikit beramah tamah di hari pertambahan usiaku. Mengirimkan satu dua kata ucapan selamat seperti segelintir temanku.

Sayangnya, hingga malam hari aku tak menemukan pemberitahuan apapun atas namamu. Sempat aku berpikir kau terlalu sibuk hingga tak sempat membuka akun sosial mediamu itu, tapinya aku melihatmu di linimasa. Lalu kemudian, aku kembali berpikir positif lagi, mungkin kau tidak memasang notifikasi untuk pemberitahuan hari lahir teman-temanmu. Tapi sebenarnya, pikiranku yang terlalu baik itu bisa membunuhku pelan-pelan.

Aku bisa merasakan kecewa jika saja aku terus menerus berpikiran baik akanmu. Jadi, pagi ini kusimpulkan bahwa aku adalah angin lalu buatmu. Hanya terasa ada menghampirimu sesaat, lalu kemudian hilang tak terdengar lagi bisikannya. Aku,sebisa mungkin meyakinkan diriku untuk tidak berharap lebih atasmu. Dengan begitu, sepertinya aku tidak perlu kecewa lagi.

Tapi kemudian Edia, sore ini aku ambigu. Aku lalu memilih untuk  terus kecewa. Karena, hanya kau saja yang bisa membangkitkan semua imaji dalam pikiranku. Karena hanya kaulah yang bisa kukirimi surat saat-saat sekarang ini. Kumohon kau tidak merasa keberatan atas semua kelancanganku ini.

Jika kemarin hari aku pernah mengatakan bahwa aku ingin berhenti menulis surat untukmu, hari ini aku mencabut kata-kata itu. Aku membutuhkanmu untuk tetap bisa menulis surat. Aku butuh kamu untuk menjadi inspirasiku dalam menulis. Jadi akan kubiarkan saja diri ini mengingatmu. Mencari-cari sedikit ingatan untuk dituangkan dalam bentuk aksara.

Aku ingin tetap menulis surat hingga akhir bulan ini. Dan aku ingin tetap menuliskannya untukmu. Meskipun, surat itu tidak akan pernah sampai sekalipun. Aku tak peduli lagi. Apakah nantinya kau akan membacanya atau tidak. Aku hanya menulis saja. Akan berakhir seperti apa tulisan-tulisanku ini nanti, aku tak ingin merisaukannya.

Salam,
Dari seorang teman berseragam merah putih.

PS :  Ada banyak teman yang mengenalku dulu, dan merekapun tak menulis pesan apapun untukku. Jadi, jika kau membaca ini, jangan terlalu risau dan merasa bersalah.

Selasa, 17 Februari 2015

Kepada Biru Yang Menggenapkan



17 Februari 2015

Kepada biru, yang selalu kukagumi.
Langit,

Ini hari ke Sembilan Belas. Dan aku sudah kehabisan bahan untuk menulis surat. Aku sedang bosan menulis surat untuk dia. Selain itu, tak ada cinta yang sedang ingin kuungkapkan saat ini. Tak ada seseorang yang sedang sangat aku sukai hari ini. Tak ada rindu yang ingin segera kutuliskan di pagi ini. Dan aku tidak sedang menunggu siapapun.

Jika saja aku bisa, aku ingin memuja seseorang kapanpun aku mau. Misalkan saja, aku menemukan sebuah tulisan lalu kemudian menyukainya dan kemudian memujanya. Atau katakanlah, aku melihat sebuah karya lukisan lalu kemudian aku berambisi mengejar penciptanya. Sayangnya itu tidak akan bisa kulakukan. Siapalah aku ini. Tak panataslah terlalu banyak menghayalkan hal-hal yang memang di luar jangkauanku sendiri. Kesimpulannya, aku cukup sadar diri untuk tidak menjadi gila karena sebuah karya. 
Ow..Sakitnya akan sampai di ulu hati saat memuja seseorang yang amat jauh lalu kemudian kita menyadari bahwa seseorang itu tak menghiraukannya sama sekali. Menghadapi hal sepele saja aku sudah kelelahan, apalagi jika harus menghadapi ketidakwarasanku karena seseorang yang kuagung-agungkan karyanya.

Jadi, kuputuskannlah menuliskan surat untukmu. 
Langit.
Setdaknya aku tak perlu khawatir akan kecewa karena sebuah penolakan.

Aku, mencintaimu berpuluh bahkan ratusan kali seumur hidupku.
Aku, jatuh cinta berulang kali padamu di setiap harinya.
Aku menyukaimu yang tak bertepi. Aku menyukaimu yang menyimpan berjuta-juta cerita. Aku menyukaimu yang punya banyak warna. Meskipun, mungkin yang terlihat hanya biru.
Tapi, dimataku kau selalu punya biru yang berbeda di setiap waktunya.
Aku menyukai waktu spesialmu,yakni menjelang pergantian. Malam menuju siang dan siang menuju malam. Kau adalah sempurna dari bentuk keadilan. Kau sempurna membagi terang dan gelapnya dunia.
Aku menyukaimu, entah itu terik atau teduh, Entah itu malam atau siang. Entah itu kelabu atau biru. Entah itu berbintang atau hampa sekalipun. Apapun warnamu, aku menyukainya.
Terimakasih, telah menemaniku dalam banyak waktu.
Bahagia dan kecewaku. Penerimaan dan penolakan atasku. Keberhasilan dan kegagalanku.
Terimaksih, karena selalu berbagi cerita bersamaku.
Terimakasih, karena kau selalu menggenapkan semua rasa di setiap waktu. Bahagia, kecewa, keberhasilan dan kegagalanku. Kau selalu menggenapkannya dengan caramu sendiri.
Entah itu dengan gerimis, awan kelabu bahkan jingga yang cantik.


Aku tahu, surat ini mungkin tidak akan ada yang bisa mengantarkannya padamu. Tak mengapa. Tak semua surat harus sampai di tujuannya, bukan.


Mungkin, itu saja yang bisa kutuliskan. Lain waktu jika hatiku sudah mulai mencinta aku akan menceritakannya padamu.


Selamat berbagi kisah untuk yang lainnya.


Dari pengagummu.








Senin, 16 Februari 2015

Surat Kepada Daun



Kepada daun-daun yang kering lalu kemudian berguguran,

Mungkin sesamaku akan menganggapku gila karena surat ini, Meraka benar. aku memang gila. Dan yang lebih parah lagi, akulah yang menyebabkan diriku sendiri menjadi tidak waras.

Hai, bolehkah aku bertanya padamu. 
Seperti apakah rasanya dihempaskan angin, lalu kemudian jatuh dan membusuk bersama tanah?

Matahari memberikanmu pengharapan, lalu kemudian dia merenggut kebahagiaan prngharapanmu itu.

Kami. Manusia. Memujamu saat masih bersama sebatang pohon karena meneduhkan, lalu kemudian menginjakmu saat kau sudah jatuh dan terserak bersama tanah. Bahkan ada diantara kami yang tidak hanya puas dengan menginjakmu, kami membakarmu. Kau setara sampah.

Tapi, apa yang terjadi selanjutnya setelah terhempas ke tanah. Itu membuatku sangat heran. 
Kau membusuk bersama tanah, kemudian menumbuhkan yang lainnya. Kau memberi pengharapan hidup pada banyak pohon yang di kmudian hari ranting yang menopang teman-teman sesamamu itu melepaskan  satu demi satu  dan menjadikan mereka bernasib sama sepertimu. Terhempas lalu membusuk bersama tanah.

Sebenarnya, aku sendiripun tidak tahu, apakah daun yang bergelayut manja di ranting pohon itu temanmu atau kau yang bereinkarnasi,

Berapa usiamu saat kau dihempaskan angin?
hari, bulan , tahun?

Pernahkah sekali dua kali kau merasa sangat lelah menjalani kehidupanmu,
Lahir- Tumbuh - Kering - Terhempas - Membusuk - Menumbuhkan.

Berapa waktu yang kau punya untuk menjalani semua rentetan siklus diatas?

Sejujurnya saja, aku iri pada kau yang bisa menerima semua siklusmu. Perputaranmu. Aku ingin menjadi seperi kau, yang bisa merelakan dirimu sendiri membusuk untuk munculnya kehidupan baru.
Sayangnya, itu teramat sulit.

Sekali dua kali, mungkin aku akan menghampirimu dan belajar 'penerimaan hidup'  darimu. Tapi aku tidak menjanjikan bahwa semua yang kau ajarkan akan benar-benar kulakukan. Aku punya kepala, iu rumit sekali. Kuharap kau tahu hal itu.


Salam,
Dari teman yang sekali dua kali memperhatikanmu.

Minggu, 15 Februari 2015

Untuk Ibuku, Wanita Terhebatku

15 Februari 2015
Kepada wanita terhebat di sepanjang hidupku,
Ibu,  

Surat ini, mungkin tidak akan pernah sampai kepadamu. Tak peduli apakah ia akan sampai di tanganmu atau tidak, aku tetap akan menuliskannya.  

Melalui surat ini, aku ingin minta maaf atas semua kemarahan dan keegoisanku yang tak bisa kusembunyikan dengan baik ketika berbicara di telpon denganmu pagi tadi.

Maaf, jika aku terlalu sering menunjukan rasa marahku dibanding rasa sayangku. Aku, selama ini selalu merasa bahwa aku telah melakukan banyak hal untukmu, aku telah menjadi anak terbaik keluarga ini. Padahal sebenarnya, apa yang kulakukan tak sebanding dengan semua cinta kasih yang telah kau beri untukku di sepanjang dua puluh tiga tahun usiaku. 

Ibu, terimakasih banyak karena telah mengizinkanku tinggal di rahimmu selama sembilan bulan. 

Ibu, terimakasih telah menjadi orang yang pertama mencintaiku bahkan jauh-jauh hari sebelum aku mengenal cinta itu sendiri. 

Ibu, terimakasih karena telah menyimpan semua pendapat buruk yang orang lain sampaikan tentangku hanya untukmu sendiri. 

Ibu, terimakasih karena tidak marah saat aku berbuat ulah dan membangkang. 

Ibu, terimakasih karena hanya membicarakan hal-hal baik tentangku pada yang lainnya. 

Ibu, terimakasih karena selalu membangga-banggakanku pada yang lainnya. 

Ibu, terimakasih untuk tidak mengasihani semua kegagalan-kegagalanku.

 Ibu, terimakasih untuk tidak ikut menghujatku saat aku mengambil keputusan  yang keliru seperti yang dilakukan ayah.

 Aku, sungguh benar-benar mencintaimu. Dengan atau tanpa aku ucapkan. Dengan atau tanpa aku tunjukan. 

Aku ingin kau selalu mengetahui, bahwa aku selalu mencintaimu. Bagiku, kau adalah sebenar-benarnya cinta. 

Ibu. Aku mencintaim apa adanya. Di keadaan baik atau buruk. 

ibu, kumohon jangan pernah berhenti untuk terus bersabar memaklumi kemarahan dan keegoisanku. Dan kumohon, kau tidak.lelah untuk terus berdoa untukku. Tak ada kalimat yang lebih indah dari doa yang keluar dari bibirmu,

Dari seorang anak yang sering egois,


Untuk Teman Berbagi Kamar

Kepada teman berbagi kamar tidur di empat tahun silam,,
Ayu Lestari

Pagi ini, adalah pagi pertama di usia barumu. 

Selamat bertambah usia aku ucapkan. 

Selamat menjemput hari-hari tahun barumu. 

Selamat menjadi dewasa. 

Kau, pernah memberiku sebuah kado yang istimewa di ulang tahunku yang ke tujuh belas  empat tahun silam. Sayang, hingga saat ini aku tak mampu membalas kebaikanmu itu. Aku tidak bisa memberimu kado di ulang tahun mu hari ini. 

Aku, hanya  punya sebuah surat untukmu di hari khusus ini. Itupun, tidak berbentuk. Hanya barisan aksara di dunia maya. Semoga kau berkenan menerimanya. Aku, tak punya apapaun untuk kuberikan selain doa. Hanya doa yang kutuliskan yang akan mewakili semuanya. Hanya aksara yang bisa kupersembahkan. 

Selamat ulang tahun de,
Selamat bertambah usia, 

Selamat menjadi  dewasa, 

Selamat menjemput pagi yang baru,  

Selamat merayakan hari kelahiran, 

Doaku, 

Semoga Tuhan tetap mempertemukanmu dengan tanggal yang sama di tahun-tahun berikutnya, 

 Semoga Tuhan selalu  memberimu kesehatan, 

Semoga Tuhan cepat mempertemukanmu dengan harapan dan mimpimu, Semoga segera Tuhan mempersatukanmu dengan bagian dari tulang rusukmu yang lainnya, 

Dan semoga Tuhan selalu mendampingi semua hari-hari tersulitmu.  

Kapanpun  kau merasa sedang terlalu lelah, ingatlah satu hal. Aku selalu punya telinga yang siap sedia mendengarkan semua keluh kesahmu. Aku, akan menyediakan pundakku untuk kau bersandar dan melepaskan semua penatmu. Aku, akan tetap menjadi seorang teman untukmu sampai kapanpun. 


 Dari teman berbagi kamar tidur di masa seragam putih abu,


Sabtu, 14 Februari 2015

Surat Yang Terlambat Kutulis

Kepada seseorang yang selalu kusimpan dalam ingatan,
Edia, 

Saat kau membaca surat ini, aku ingin kau mengetahui satu hal. Ini adalah surat yang seharusnya dituliskan dua tahun silam. Tahun terakhir aku mendambamu dengan sangat. Tahun terakhir aku menggenggam namamu di telapak tanganku. 

Dua tahun yang lalu dan tahun-tahun sebelumnya aku selalu saja punya harapan yang sama. Bertemu denganmu dalam sebuah kebetulan yang di rancang Tuhan kita. Aku selalu berharap kita berpapasan di suatu tempat dan kemudian merasa canggung satu sama lain. 

Sampai dua tahun yang lalu, aku tetap menyukaimu. Lebih tepatnya, menyukai sosokmu di masa lalu. Aku memimpikan bertemu denganmu dalam sosok yang sama dengan ingatan yang kusimpan. 

Lalu kemudian, aku merasa kelelahan karena terus saja menyimpan perasaanku seotang diri. Hingga akhirnya di pertengahan tahun Dua Ribu Tiga Belas aku memutuskan untuk melepaskan semua perasaanku. Aku melepaskan semua ingatan tentangmu. Dan berpasrah pada takdir. Aku tak peduli lagi apakah Tuhan akan mempertemukan kita atau tidak. Aku berhenti merangkai kemungkinan-kemungkinan pertemuan kita di suatu waktu. Aku berhenti. 

Tapi di awal tahun ini, aku dengan terpaksa menggali lagi ingatanku akanmu. Kembali mengais sisa-sisa kenanganmu di hari-hari yang lampau. Demi untuk sebuah surat. 

Itu semua, karena kau adalah cerita terbaik tentang cinta yang kupunya. Tentangmu, adalah potongan kisah terindah yang bisa kutuangkan lewat aksara. Aku bisa menuliskan sebaris kalimat yang menurutku 'manis' saat aku mulai mengeja namamu. Jari-jariku dengan sendirinya akan menjabarkan seberapa besar aku memujamu tanpa perintah. Kata-kata bisa meluncur begitu saja dari mulutku saat aku mulai berkisah tentangmu. Sampai saat ini, ingatan akanmu adalah cetita terpanjang yang bisa kutuliskan.

Aku, pernah menuliskan seperti apa perasaanku padamu di hari pertama aku menulis surat. Dan kau telah membacanya. 

Tapi, sekali lagi izinkan aku kembali menuliskannya. 

Aku menyukai hal-hal sederhana tentangmu. Aku menyukai tulisan tanganmu. Aku menyukai patung kelincimu. Aku menyukai sorot mata di belakang gelas kaca yang kau gunakan. Aku, menyukai tatapan ramahmu pada banyak orang. Aku menyukai jari-jarimu yang panjang saat kau memetik gitar. Aku menykai kau yang dulu memagari gigimu di penghujung tahun perpisahan kita.  

Waktu yang telah berlalu mungkin tak akan mempertemukanku dengan kau persis seperti ingatan masa laluku. Aku pun mengetahui itu sepenuhnya. Perasaanku mungkin akan berbeda seandainya pertemuan yang kau janjikan di waktu luangmu benar-benar terjadi.

Lagi-lagi, aku ingin memberitahumu bahwa ini adalah surat yang terlambat kutuliskan. Sengaja kutulis hari ini, untuk menyesuaikan suratku pada tema yang di tentukan Bosse. 

Karena sesungguhnya, hari-hari sekarang tak ada yang lebih kucintai selain diriku sendiri. 


Terimakasih, karena telah menjadi satu-satunya sosok pria yang begitu kupuja di dua puluh tiga tahun usiaku.


Dari aku, dua tahun yang lalu.


Jumat, 13 Februari 2015

Kepada Penulis Pertama


Kepada penuls pertama yang kumintai tanda tangan,
@moemoerizal

Surat ini, mungkin akan menjadi penanda ucapan terimakasih yang terlambat. Jadi mohon maafkanlah untuk keterlambatannya.

Saya pribadi, amat sangat bersyukur pernah mendapatkan kesempatan untuk bertemu dan berbincang dengan kakak. Ditambah traktiran makan siang di Grashopper Thai. Bahagia saya sempurna. Hari itu, telah berlau lebih dari setahun. Tapi ceritanya, akan masih tetap utuh dalam benak saya. 

Hari dimana, saya merasa menjadi seorang pembaca yang amat sangat beruntung. Bagaiman tidak, untuk pertama kalinya saya bisa berkumpul dalam satu meja bersama orang-orang yang berkecimpung dalam dunia penerbitan. Ada  ka Moemoe, Ka Em (gagasmedia), kak Jia Efendi (editor) beserta calon suaminya (sekarang sudah jadi suaminya omong-omong), dan kak Dea (@salamatahari). 

Siang itu, menjadi siang yang bersejarah dalam hidup saya.saya mendapat titik terang dari kerisauan saya selama ini. Seperti menemukan potongan puzzle yang hilang. Dan hujan yang turun di sore itu, menjadi hujan kebahagiaan buat saya.

Terimakasih, telah memberikan saya pelajaran pertama soal kepenulisan. 
Terimakasih telah sudi membagi cerita dan pengalamannya. 
Terimakasih, karena telah memberitahu bahwa untuk menulis itu, langkah pertamanya adalah membuat sebuah outline. 
Terimakasih, telah mengajarkan saya, menulis sebuah cerita itu haruslah logis. 

Kakak, adalah orang pertama yang membuat saya mengerti, bahwa proses melahirkan sebuah buku itu sangat panjang. Tidak berupa satu wangsit yang datang di mimpi lalu kemudian kita mengetiknya di pagi hari. 

Dan saya, menyukai topik pembicaraan kita siang itu. 
"Jodoh, dan cara Tyhan mempertemukannya."
"Tentang sebuah perjalanan yang kembali pada titik awal memulai."
"Twist ending."

Jujur hingga saat ini saya belum menyelesaikan misi saya untuk menulis sebuah buku. tapi itu tak membuat ilmu yang kakak berikan kepada saya menjadi sia-sia. Saya masih tetap ingin menulis sebuah buku, hanya saja untuk saat ini belum memulainya karena satu dan banyak hal.

Omong-omong, saya sudah baca buku kakak yang berjudul 'JUMP' dan 'FLY TO THE SKY'.
Dan menemukan satu garis lurus yang menghubungkan tokoh-tokoh novel tersebut dengan sosok kakak di dunia nyata (ini hanya sebuah kesimpulan yang saya buat saja). Kakak dan ketiga tokoh tersebut sepertinya punya satu kesamaan sifat  'perfeksionis'. 
Ketiga tokoh karangan kakak, semuanya punya satu itu. 
Ini hanya kesimpulan saya loh, hanya kakak yang tahu kebenarannya.

Selamat untuk peluncuran buku barunya ya, saya belum sempat baca dan membelinya. Besok atau lusa saya pasti akan membelinya. Hanya soal waktu saja,

Terakhir, teruslah menulis buat kami-kami (pembaca).
Saya menunggu kesempatan untuk bisa bertemu lagi dengan kakak.


Salam,
Dari seorang pembaca yang beruntung,

Kamis, 12 Februari 2015

Selamat Ualang Tahun, Teman


Kepada teman lamaku, Dudu Durahman
(Maaf Jika aku salah mengeja namamu)

Selamat bertemu dengan hari barumu, 
Selama bersua dengan usia barumu,
Semoag Tuhan, selalu memberikanmu kesehatan, dan memberikan pertolongan dalam setiap kesulitanmu,

Maaf, jika saja aku lancang menuliskan surat ini untukmu. 
Jujur, aku sempat bingung untuk menulis 'surat kepada siapa' saat aku bangun tidur pagi hari ini. Cerita kemudian mengalir begitu saja setelah semua kesadaranku seutuhnya berkumpul. Aku melihat pemberitahuan di dinding facebook dan menemukan bahwa kau berulang tahun hari ini. Aku, seperti mendapatkan sebuah pertanda baik untuk kelanjutan 'surat' yang sedang kutulis belakangan.

Omong-omong, sudah berapa lama kita tak perbah bersua? aku lupa.
Seingatku, kita terakhir saling bertukar sapa satu sama lain di tujuh atau delapan tahun yang lalu. Itu, kalau aku tidak slah menghitung waktunya. 

"Dalam rentang waktu yang sekian, pernahkah aku terlintas sesekali di benakmu?"

Tolong, jangan salah paham dulu, pertanyaanku barusan tak memiliki maksud yang berlebihan. Hanya sebuah pertanyaan sederhana dari seorang teman lama. Karena jujur saja,sekali dua kali tentangmu sempat  melintas begitu saja di pikiranku. Karena kita pernah begitu dekat, tentunya sebagai teman.

Di hari pertama aku mulai menulis surat, aku memang ingin menuliskan sebuah untukmu. Itu karena, aku merindukan jalinan pertemanan kita yang pernah ada di waktu yang sudah terlewat sangat lama itu. 

"Mungkinkah kita bisa bertukar obrolan lagi seperti dulu lagi?"

Sepertinya, akan menyenangkan jika kita bisa mengakrabkan kembali pertemanan kita dalam sebuah perbincangan panjang tentang apapun. Masalahku-masalahmu, rahasiaku-rahasiamu, ceritaku-ceritamu.
Tak ada yang lebih membahagiakan dari bertukar cerita dengan teman lama. Menurutku.

Waktu-waktu yang terlewati, tentulah menyisakan banyak cerita untuk dibagikan. Tapi, jika perbincangan terlalu mahal buat kau kabulkan untukku. Mungkin kau bisa menggantinya dengan sebuah sapaan jika suatu hari nanti waktu mempertemukan kita pada senuah kesempatan ;
 'kau-aku berada dalam satu tempat yang sama'
Itu, sudah cukup untuk menandakan bahwa kita memang pernah berteman dan akan selalu menjadi teman. 

Konon katanya, tidak ada yang bisa menggantikan tempat  'seorang teman lama' di hati kita.

Aku percaya, bahwa setiap orang itu punya tempat di hati orang lainnya.  Jadi jika diibaratkan, hati kita itu seperti lapangan sepak bola. Luas, dengan banyak kamar dan pintu. Setiap orang yang pernah kita temui dan jumpai punya satu kamar disana. Dia (orang itu), bisa datang dan pergi kapanpun. Tapi, tempat buatnya selalu ada, tidak bisa diisi oleh orang lainnya. Tak tergantikan.
Sama halnya denganmu. Kau punya tempat di hatiku. Mengisi satu ruangan di hatiku. Tak tergantikan, meskipun waktu yang berjalan mempertemukanku dengan banyak orang lainnya di muka bumi ini.

Semoga, asaku untuk bersua denganmu tak hanya menjadi sebuah harapan kosong. Seumpama embun pagi yang berharap berjumpa matahari, tapi kemudian menguap bersamaan hadirnya sang maha bintang itu.


Selamat ulang tahun teman lamaku, Aquarius,
Selamat bertambah dewasa,
Semoga panjang umur dan bahagia selalu.



Dari seorang teman lama yang masih mengenalmu



Rabu, 11 Februari 2015

Untuk ka @ikavuje




Selamat sore ka @ikavuje,

Kemain petang, saya dengar kabar kakak sakit, belum bisa baca surat dari kami-kami.

Di surat kali ini, dengan tema khusus 'I stand by you' saya ingin memberikan dukungan berupa doa untuk kakak supaya lekas sehat dan beraktifitas seperti hari-hari sebelumnya. Maaf, jika hanya doa saja yang bisa saya beri buat kakak.

Saya, memang tidak mengenal kakak secara langsung sebelumnya. Juga tidak pernah bertatap muka. Tapi,  kebaikan kakak, kepada saya cukup untuk menjadi alasan kenapa saya menuliskan surat ini.

Mungkin, yang kakak lakukan buat saya terbilang hal sederhana. Menulis komentar pada setiap post blog saya.  Tapi, saya selalu bahagia pada hal-hal sederhana. Dan hal sederhana itulah yang membuat saya berjanji pada diri sendiri untuk terus menulis, entah itu sebuah surat ataupun menulis yang lainnya. Dan kakak, termasuk sumber semangat saya.

Mungkin saya bukan siapa-siapa. Tapi, saya berharap doa yang saya panjatkan pada Sang Maha bisa membuat kakak lekas sehat.

Kak @ikavuje, lekas sehat ya,

Saya menanti komentar kakak di post selanjutnya,


Dari seorang penulis surat kepada pengantar suratnya


Selasa, 10 Februari 2015

Untuk Teman Satu Meja

Selamat siang Proe,
(aku, menuliskan ini di siang hari omong-omong, sambil menunggu surutnya genangan air) 

Aku berharap, kau selalu berbahagia disana. 

Aku berharap kau akan selalu mengatakan bahwa semuanya sedang baik-baik saja, walaupun mungkin yang terjadi adalah sebaliknya. 

Aku menuliskan surat ini, untuk memberi tahukanmu bahwa apapun yang terjadi, percayalah bahwa semuanya akan  baik-baik saja. Satu lagi, seperti sebuah dongeng yang punya kisah 'bahagia selama-lamanya' di akhir cerita  hidup kita pun akan demikian. 

Dan omong-omong Proe, rizki dari Tuhan itu tidak bergantung pada baik atau tidaknya kita. Sungguh, rizki itu mutlak hak Sang Maha. Dia yang menentukan semuanya. Si soleh yang miskin dan si jahat yang kaya itu salah satu bukti kuasa-Nya yang tak bergantung pada seberapa besar keduanya mencintai Tuhan. Jadi, jika sampai saat ini, Tuhan  belum memberikan kau sebuah keindahan menjadi seorang wanita yang sebenar-benarnya (menjadi ibu) itu bukan karena Tuhan mengutukmu atas ketidakbaikanmu. Sungguh, percayalah bukan karena itu. Semuanya, ada waktunya. Bahkan jatuhnya sehelai daun kering dari batang pohon pun sudah Tuhan tentukan, apalagi perihal sebesar menghidupkan 'manusia'. Percayalah, bahwa kau adalah sesempurnanya wanita. Dengan atau tanpa melewati sesuatu hal bernama proses persalinan. Ada banyak yang mencintaimu, tak peduli apapun yang terjadi. 

Bersabarlah, maka semuanya akan indah pada waktunya. 

Percaya atau tidak Proe, terkadang kita akan mendapatkan sesuatu yang kita inginkan justru di saat kita sudah keletihan mengusahakannya dan berada di titik :menyerah'  untuk semuanya. 

Percayalah, kau adalah seorang ibu. Dan biarkan hidup berjalan sesuai skenario dari-Nya. 

Selamat menikmati hidupmu Proe,


Dari teman berbagi meja belajar,


Senin, 09 Februari 2015

Kepada Rintik Yang Menggenang




Kepada rintik yang turun lalu kemudian menggenang,

Aku paham, semua  kemalangan dan kesedihanki bukan salahmu, hujan. Kau hanya kurang beruntung karena selalu kebetulan datang bersamaan dengan kabar duka untukku.

Aku tahu, ini adalah bulan perayaanmu, Aquarius. 

Aku tahu  di belahan bumi lain, banyak manusia yang bergembira untuk hadirmu. 

Aku tahu, ada banyak mahluk bumi selain aku yang bersorak akan rintikmu. 

Aku tahu, dan aku mengerti akan semua kebahagiaan yang kau bawa bersama rintikmu. 

Aku tidak sedang ingin mengeluh untukmu. 

Hanya saja, aku ingin mengeluhkan diriku yang tak bisa memahamimu secata baik. Melupakan semua kabar gembira yang kau bawa, dan hanya melihat kau lewat mata kecilku ini. 

Aku mengeluhkan akan diriku yang tak bisa berdamai dengan masa lalu dan kemudian terus membencimu hingga saat ini. 


Aku mengutuk diriku sendiri yang selalu mengingat kenangan pahit setiap turunnya rintikmu.

Aku, ingin menghilangkan semua kesedihan sebab kedatanganmu dan bergembira seperti yang lainnya. Tapi kemudian, aku gagal pagi ini. Rintikmu yang menggenang, membuatku harus berjalan melawan arus. Perjalanan yang harusnya mudah, menjadi sangat sulit. Dalam langkah kakiku,aku merasa seperti sedang menyeret sekarung tepung di belakangnya. 

Mohon, maafkan aku yang lagi-lagi gagal mencintaimu dengan bahagia. Hujan.


Minggu, 08 Februari 2015

Kepada Cinta Selamanya


Kepada cinta yang pertama dan selamanya,

Ibu, 

Tak kan ada hal apapun di dunia ini, yang bisa ku berikan untuk membalas semua cintamu. Kau adalah yang pertama mencintaiku, jauh sebelum aku melihat dunia. Kau adalah orang yang akan terus mencintaiku selamanya, sama besarnya setiap waktu. Aku tahu, bahwa cintamu akan tetap sama untukku sepanjang hidupku. .Meskipun  itu tak terucap. Tak ada yang bisa kuberikan untuk membalas semua cintamu. Hanya ucapan terimakasih yang jarang terucap yang bisa kuberikan. 

Terimakasih, untuk selalu bersikap seolah-olah baik-baik saja di saat semuanya tidak sedang baik-baik saja. 

Terimakasih, untuk tak mencela kegagalanku. 

Terimakasih, untuk tidak mengasihani ketidakberhasilanku. Terimakasih, untuk tidak mempedulikan semua kemarahan dan keegoisanku. 

Aku, sungguh-sungguh mencintaimu, walaupun semuanga tak pernah terucap dari bibirku.

 Maaf, jika aku tak bisa mencintaimu sebesar kau mencintaiku. 


Dari, seorqng anak yang mencintaimu.


Sabtu, 07 Februari 2015

Menunggu Teman Hidup



Untuk @abititha

Teman lamaku,

Waktu, membuatku menemukanmu dalam pribadi yang berebeda dari kau yang kukenal di empat tahun yang lalu.

Keadaan, membuat masing-masing dari kita berubah. Bedanya, perubahanmu jauh lebih banyak dari yang kupunya.

Aku, memang tak sering menyapamu di sosial media manapun. Jarang berkomentar untuk status yang kau tulis di dinding facebookmu, bahkan jarang pula untuk  sekedar memberikan kau ibu jari.
Tapi itu, tak memberikan kesan bahwa aku tak setia teman. Aku peduli padamu, hanya saja aku tak pandai menunjukannya. Biar doa baik saja yang mewakili kepedulianku.

Hari ini, kutulis sebuah surat untukmu. 

Tidak untuk membuktikan apapun kepada siapapun. Aku, ingin menuliskan sebuah dukungan untukmu.  

Usia kita tak lagi muda,  aku tahu dan sadar itu sepenuhnya. Dan karena kita perempuan, kita akan selalu di hadapakan para sebuah pertanyaan yang sama di usia dewasa kita. 'Kapan menikah' 

Lalu kemudian jawaban kita akan peertanyaan tersebut  akan membawa banyak kesimpulan orang-orang tentang kita. Kesimpulan yang mereka  buat semau mereka sendiri. 

Di surat ini, aku hana ingin mengatakan, 

' sama halnya seperti air yang akan menemukan banyak cara untuk sampai di muara dan abadi di dalamnya. Cinta akan menuntun seorang teman hidup menujumu dengan banyak cara. Dia akan sampai padamu di waktu dan keadaan yang sempurna tepat. Menikah itu, bukan perkara lomba lari. Yang tercepat dia yang menang. Tidak seperti itu. Menikah itu, takdir. Yang sudah Tuhan gariskan, bahkan sebelum kita mengenal  apa itu cinta. Tak perlulah, kita mencari cara  dan bersusah payah untuk menemukan seseorang yang memang ditakdirkan menjaga kita seumur hidup. Karena dia, akan datang suatu saat nanti. Di waktu dan tempat yang memang sudah Tuhan gariskan. Biar Tuhan bekerja dengan caraNya.

Percayalah, bahwa 'Happily Ever After'  itu ada untuk kita semua.

Selamat menunggu teman hidup dengan skenario dari Sang Maha.


Temanmu,,,


nm


Jumat, 06 Februari 2015

Surat Ke Empat


Untuk Edia, 
Penantian membuat pikiranku terjaga semalaman ketika di saat yang bersamaan mataku sudah terpejam.
Petang kemarin, aku memutuskan jika waktunya sudah tiba. Aku harus menyamapaikan surat yang sudah kutulis untukmu. Kau berhak tahu unruk itu. Aku percaya, semua surat harus sampai di tujuannya, tak peduli akan ada balasan atau tidak.
Waktu, tak lagi melaju dengan kecepatannya saat aku menunggu apa reaksimu setelah kuminta membaca suratku. Dia seperti meledekku. Aku ingin malam cepat berlalu, tapi waktu menahan malam di dekapannya lebih lama.  
Aku mendengar bunyi 'bip' dari alat komunikasiku,tapi aku menahan diri untuk membukanya di malam hari. Pesan itu, harus kubuka di pagi hari apapun yang terjadi. 
Dan sungguh, pagi yang kutunggu ternyata lama sekali datangnya. 
Dalam pesanmu yangbkubaca di pagi hari, kau bertanya 'apa maksudnya?'  
Jujutr saja, aku sendiripun tak yakin apa tujuanku sebenarnya. 
Ketika menulis surat pertama, aku hanya berpikir untuk menuliskannya saja, lalu kemudian menyimpannya. Tak lebih, hanya disimpan sebagai sebuah ingatan yang dituliskan. 
Lalu kemudian setelah menulis surat kedua, ketidakwarasan  mengusaiku sepenuhnya. Kebodohan membawaku pada sebuah kegilaan. Aku mencarimu, mencoba menemukanmu. Aku harus menyampaikan surat itu padamu.
Dan setelah surat itu sampai, selanjutnya apa? 
Pagi inipun, saat surat ini ditulis aku tak tahu apa.yang kuinginkan setelah kau selesai.membacanya. Aku benar-benar gamang. Aku sendiri masih belum terjaga sepenuhnya. 
Apakah aku menunggu jawaban darimu? 
Mungkin Ya dan mungkin Tidak. Karena rasanya, aku sendiripun tidak sedang mengajukan pertanyaan padamu. Satu hal yang pasti,  aku sudah lelah menyimpan rahasia perasaanku ini seorang diri. Aku harus membaginya dengan seseorang. Dan aku memutuskan untuk langsung mmbaginya denganmu, orang yang kurahasiakan. 
Satu dekade adalah waktu yang cukup untuk tetap menyimapn rasaku padamu. Hari ini,aku mengataknnya agar aku tak lagi terkungkung  dalam sebuah ingatan di masa lalu. Ada kehidupan yang harus kulanjutkan, dan semua urusan perasaan yang berkaitan dengan masa lalu harus kuselesaikan sekarang. 
Aku tak berharap kau membalas perasaanku. Menolak pun tak jadi masalah. Akan jauh lebih baik, jika aku patah hati di bandingkan aku harus terus-terusan berimaji tentangmu. Akan jauh lebih baik menanggung rasa malu karena kejujuranku ini, dibanding aku harus mendamba terus-terusan ketika bersua denganmu.
Seperti katamu, terkadang hidup akan memberikan kita sebuah keadaan yang tak sesuai dengan yang kita harapkan. Aku, telah mempelajari itu berpuluh  bahkan ratusan kali. Dan aku, terbiasa menikmati keadaan yang tak diinginkan.
Terimkasih, telah menjadi cerita untukku

P.S: Surat ini, aku menuliskannya sebagai penjelasan panjang dari pertanyaanmu..

Kamis, 05 Februari 2015

Surat Ke Tiga


Kepada kamu, 

Orang yang sama di surat pertama.

Kemarin hari aku memberanikan diri untuk memulai menemukanm. Dengan sedikit was-was aku menanyakan apapun yang bisa menghubungkanku padamu melalui seorang teman Dan semuanya, berjalan sesuai kehendakku. Aku berhasil mendapatkan akun facebook-mu. 

Sebenarnya, adalah hal yang biasa dan sederhana jika seseorang ingin mencari yg lainnya lewat media sosial. Tapi, sayangnya akan menjadi rumit, karena ini semua menyangkut soal hati dan perasaan. 

Dan sungguh, menunggu persetujuan pertemanan darimu terasa seperti sebuah penantian teramat panjang Karena itu membuat pikiranku terus terjaga hingga larut malam. Aku menunggu dengan was-was, dan mungkin saja kau bersikap acuh di ujung sana. Tak mengetahui bahwa di suatu tempat ada seseorang yang sedang terjaga menantikan persetujuan pertemanan di akun jejaring sosial milikmu. 

Di tengah usahaku mengais kantuk, aku betanya pada diriku sendiri.,

Apa sebenarnya yang sedang kutuju!

Apakah sebuah jawaban darimu?

Jika memang sebuah jawaban yang ingin kudapat, lantas apa yg bisa kulakukan jika besok pagi aku sudah bisa mrngontakmu secara pribadi? 

Dan, ketika di pagi harinya aku melihat bahwa aku sudah berteman denganmu dan punya akses untuk mengontakmu aku tiba-tiba menyadari banyak hal. 

Waktu melaju dengan sangat cepat.

Dia merubah banyak hal dan kebiasaan. Duniaku dan duniamu berubah. Kepribadianmu pun pasti demimian. 

Aku sepertinya tak menemukan orang yang sama yang selama ini sedang kutunggu. 

Waktu benar-benar telah merubah kehidupan seseorang , sayangnya aku alfa pada kenyataan itu. 

Dunia di sekelilingku berubah, bergerak. Tapi semua ingatan tentangmu di memoriku masih sama seperti dulu, tak berubah sedikitpun, tak beranjak seincihi pun. Kenangan mengurungku pada satu imaji, bersamamu.

Kini, setelah aku terjaga dari imajiku akanmu aku jadi berpikir lagi. 

Apakah aku siap dengan semua kenyataan yang sebenarnya akanmu. Apa yang akan kulakukan setelah aku berhasil mrmberanikan diri menghubungimu. 

Bagaimana caranya menjelaskan semua kebodohanku dalam surat-surat yg kutulis untukmu.

Aku, bisa saja menerima semua penolakan darimu. Tapi, jika aku dihadapkan denganmu yang telah berbeda dengan kamu di satu dekade yang lalu, apa yang akan kupikirkan tentangmu. 

Apakah semua ingatan itu akan langsung musnah begitu saja. Apakah, kau masih akan menjadi seseorang yg sama di hidupku seperti sebelumnya. 

Entahlah, kali ini aku harus menunggu lagi, menyampaikan surat-surat yang sudah kutulis untukmu dan menerka-nerka apa pandangaanmu akanku.

 Kepada Edia,


P.S : Aku beritahukan, satu rahasia kecil tentangku padamu. Dalam urusan merangkai kata, aku adalah seseorang yang terbiasa mendramatisir hal-hal kecil dan sederhana.


Rabu, 04 Februari 2015

Terimakasih, Untuk Kenangannya

Kepada seseorang yang menawarkan dua kap lengkeng di sebuah perjalanan kembali, 

Pertemuan pertama sekaligus terakhir denganmu,

Telah memberikan kenangan sederhana yang cukup untuk kutulis hari ini,

Sedikit keramahanmu di akhir perjalanan, menggugurkan semua persepsiku tentangmu di awal. Saat pertama naik bus dan duduk selisih satu kursi denganmu, aku berpikir kau preman. Dari cara dudukmu aku mendapatkan kesimpulan itu.
Dengan dua kaki yang diangkat, dan sikapmu yang tidak peduli pada sekeliling. Dan sepanjang perjalanan, kau terlihat seperti sedang mengunyah makanan. Tapi di perhentian terakhir, kau membuatku sedikit terperangah dengan sebuah kenyataan bahwa kau mungkin saja punya usia lebih muda dariku. Dan kau, tak nampak lagi seperti preman. Dalam  cahaya remang di awal malam,kau terlihat manis di mataku.

Mungkin aku, sudah mengucapkan terimakasih untuk dua kap lengkeng yang kau tawarkan dan kuambil darimu.

Tapi, aku belum berterimakasih untuk perjalanan yang memberiku kenangan akanmu .

Terimakasih, karena telah memberiku cerita perjalanan pertama. Kini, aku punya sebuah kenangan perjalanan untuk pertama kalinya.

Semoga kau selalu berbahagia, dengan apapun yang ada di sekelilingmu.


Selasa, 03 Februari 2015

Kamu-Aku, Bobotoh


 

 Tak terasa tujuh tahun telah berlalu,

Watu melaju dengan kecepatannya, 

Tapi kenangan,bergerak dengan kelambatannya. 

Pagi ini, aku merindukanmu untuk sebuah perbincangan panjang, Tentang satu hal yang tiba-tiba mendekatkan aku dan kamu, kita. Pertandingan sepak bola. 

Aku, masih sering menonton tayangan sepak bola di televisi,bagaimana denganmu? 

Musim 2014 kemarin, tim kesayangan kita Persib Bandung berhasil menjuarai Liga Super Indoneseia. Setelah dua puluh tahun. Kita pun dulu, selalu ingin tim ini juara. Sayangnya, di waktu itu tim kesayangan kita hanya sampai di semi final saja.  

Perayaan Persib Juara ini, tak lengkap rasanya tanpamu. Aku kehilangan kontak denganmu dari tujuh tahun yang lalu.
Sekarang aku menyayangkan, kita dulu hanya berbincang soal sepak bola. Padahal kau punya sisi menarik lainnya. Kemauan dan konsistenmu. Konsieten menempuh perjalanan satu jam menuju sekolah dengan berjalan kaki selama tiga tahun adalah hal yang belum aku pelajari darimu. Harusnya,aku bertanya rahasia padamu bagaimana caranya konsisten.

Aji,aku berharap Tuhan memberikan kita kesempatan untuk bertemu kembali. Ada banyak cerita yang harus kita bagi bersama.  

Aku merindukanmu,dalam sebuah obrolan panjang  tentang sepak bola, dan rahasia-rahasia kecil lainnya. 

Terakhir,bisakah kita datang ke stadion Gelora Bandung Lautan Api  untuk menonton pertandingan Persib bersama?


Dari seorang teman berbincang bola,


Senin, 02 Februari 2015

Terimaksih, Untuk Ibu Jarinya


Surat hari ini,aku ingin mengirimkannya pada seorang teman,
Namanya Rika Meina ( @ikabatarasakti)
Kami bertemu di awal tahun berseragam putih biru, 
Meskipun tinggal di satu kampung yg sama, kami tak mengenal satu sama lain sebelumnya, 
Dia teman yang menyenangkan, bisa menghadirkan banyak tawa di kelas kami. Apapun yang dikatakannya,selalu berhasil membuat kami terpingkal-pingkal.
Selepas seragam putih bitu,kami memilih melanjutkan sekolah di tempat yang berbeda. Semenjak itu,kami tak lagi saling berkomunikasi (di waktu itu, HP masih menjadi barang mahal bua kami).
Kami,kemudian menemukan satu sama lain setelah kami melepaskan seragam putih abu, kami melakukan perjalanan bersama untuk membuat surat-surat demi kepentingan mencari kerja.
Dan lagi-lagi, kami berpisah. Kami bekerja di tempat yang berbeda.

Akhir tahun dua ribu tiga belas, aku datang ketempatnya untuk sebuah permintaan tolong. Dan dengan setulus hati,dia telah mau aku repotkan.

Melalui surat ini,aku ingin mengucapkan terimakasih yang sebanyak-banyaknya. Untuk kerelaannya membagi tempat tidur denganku,
Untuk menyediakan telinganya mendengarkan semua keluh kesahku.
Untuk semua pengetiannya.
Untuk semua perbincangan sebelum tidur,
Untuk mengingatkanku bahwa waktu sholat telah tiba.

Terimakasih,
Karrna telah mempercayaiku bahwa aku bisa menulis, disaat aku sendiri masih ragu.

Terimaksih,
Untuk ibu jari yang selalu terangkat dalam setiap post di akun facebook.
Aku bahagia, bahkan jika tulisanku hanya mendapatkan satu 'like' darimu saja.
Aku, sungguh-sungguh berterimakasih karena kau telah setia mberikan 'ibu jari'  di setiap status yg ku tulis di akun jejaring sosial Facebook.

Aku berdos kepada Tuhan,
Kau selalu mendapatkan kebahagiaan.
Kau bisa melewati semua masalahmu,seberat apapun.
Aku ingin kau selalu berbahagia,dengan apapun yang kau punyai sekarang atau di masa depan.

Terimakasih banyak,
Tulisan ini, sungguh tak akan pernah cukup untuk membalas semua kebaikanmu.


Minggu, 01 Februari 2015

Kumohon, Berhentilah




Kepada Hujan,

Kau adalah rizki yang Tuhan kirimkan untuk umat manusia,aku tahu itu. Dan kau,diturunkan melalui perantara malaikat Mika'il, aku mempelajarinya di waktu kecil dan aku masih mengingatnya sampai detik ini. 

Kau turun ke bumi dengan membawa kabar gembira, aku paham betul untuk yang satu itu. 

Aku,lahir di kehidupan yang amat sangat tergantung padamu hujan. Kau adalah pembawa kabat bahagia, turunnya kau di bumi selalu kami nantikan. Kami sekeluarga, bergantung pada kebaikanmu untuk kelangsungan hidup kami. Terisi dan tidaknya perut kami, bergantung pada seberapa lama kau meninggalkan kami.

Tapi itu dulu,semua keyakinanku akan kau kini perlahan sirna. Di kota yang baru kutinggali setahun ini, kau tampak menyeramkan jika turun ke bumi berhari-hari. Jejak yang kau tinggalkan,membuat aku khawatir. Jika kau turun teramat deras, aku bisa berkali-kali menengok ke luar rumah untuk melihat seberapa tinggi genangan air yang kau bawa di aliran air depan rumah. 

Siang ini,Hujan.

Kumohon kau berhenti dulu sejenak. Sudah cukup kau semalaman turun teramat deras,jika saja siang ini kau turun deras juga seharian, aku akan punya pekerjaan rumah tambahan esok hari, menghilangkan semua jejak yang kau tinggalkan. Mengantarkan genangan air yang kau bawa saat turun ketempat semestinya. 

Maukah kau berhenti sekarang??

Jakarta,01 Feb 2015