Jumat, 06 Februari 2015

Surat Ke Empat


Untuk Edia, 
Penantian membuat pikiranku terjaga semalaman ketika di saat yang bersamaan mataku sudah terpejam.
Petang kemarin, aku memutuskan jika waktunya sudah tiba. Aku harus menyamapaikan surat yang sudah kutulis untukmu. Kau berhak tahu unruk itu. Aku percaya, semua surat harus sampai di tujuannya, tak peduli akan ada balasan atau tidak.
Waktu, tak lagi melaju dengan kecepatannya saat aku menunggu apa reaksimu setelah kuminta membaca suratku. Dia seperti meledekku. Aku ingin malam cepat berlalu, tapi waktu menahan malam di dekapannya lebih lama.  
Aku mendengar bunyi 'bip' dari alat komunikasiku,tapi aku menahan diri untuk membukanya di malam hari. Pesan itu, harus kubuka di pagi hari apapun yang terjadi. 
Dan sungguh, pagi yang kutunggu ternyata lama sekali datangnya. 
Dalam pesanmu yangbkubaca di pagi hari, kau bertanya 'apa maksudnya?'  
Jujutr saja, aku sendiripun tak yakin apa tujuanku sebenarnya. 
Ketika menulis surat pertama, aku hanya berpikir untuk menuliskannya saja, lalu kemudian menyimpannya. Tak lebih, hanya disimpan sebagai sebuah ingatan yang dituliskan. 
Lalu kemudian setelah menulis surat kedua, ketidakwarasan  mengusaiku sepenuhnya. Kebodohan membawaku pada sebuah kegilaan. Aku mencarimu, mencoba menemukanmu. Aku harus menyampaikan surat itu padamu.
Dan setelah surat itu sampai, selanjutnya apa? 
Pagi inipun, saat surat ini ditulis aku tak tahu apa.yang kuinginkan setelah kau selesai.membacanya. Aku benar-benar gamang. Aku sendiri masih belum terjaga sepenuhnya. 
Apakah aku menunggu jawaban darimu? 
Mungkin Ya dan mungkin Tidak. Karena rasanya, aku sendiripun tidak sedang mengajukan pertanyaan padamu. Satu hal yang pasti,  aku sudah lelah menyimpan rahasia perasaanku ini seorang diri. Aku harus membaginya dengan seseorang. Dan aku memutuskan untuk langsung mmbaginya denganmu, orang yang kurahasiakan. 
Satu dekade adalah waktu yang cukup untuk tetap menyimapn rasaku padamu. Hari ini,aku mengataknnya agar aku tak lagi terkungkung  dalam sebuah ingatan di masa lalu. Ada kehidupan yang harus kulanjutkan, dan semua urusan perasaan yang berkaitan dengan masa lalu harus kuselesaikan sekarang. 
Aku tak berharap kau membalas perasaanku. Menolak pun tak jadi masalah. Akan jauh lebih baik, jika aku patah hati di bandingkan aku harus terus-terusan berimaji tentangmu. Akan jauh lebih baik menanggung rasa malu karena kejujuranku ini, dibanding aku harus mendamba terus-terusan ketika bersua denganmu.
Seperti katamu, terkadang hidup akan memberikan kita sebuah keadaan yang tak sesuai dengan yang kita harapkan. Aku, telah mempelajari itu berpuluh  bahkan ratusan kali. Dan aku, terbiasa menikmati keadaan yang tak diinginkan.
Terimkasih, telah menjadi cerita untukku

P.S: Surat ini, aku menuliskannya sebagai penjelasan panjang dari pertanyaanmu..

2 komentar:

  1. Edia lagi. Wah, tokoh ciptaanmu ini begitu menginspirasi ya
    salam hangatt, semangaaatttt

    BalasHapus
  2. Terimaksih, untuj selau komentar kakak.
    Akan saya tuliskan surat untuk ucapan terimakasihnya,

    BalasHapus