Selasa, 17 Februari 2015

Kepada Biru Yang Menggenapkan



17 Februari 2015

Kepada biru, yang selalu kukagumi.
Langit,

Ini hari ke Sembilan Belas. Dan aku sudah kehabisan bahan untuk menulis surat. Aku sedang bosan menulis surat untuk dia. Selain itu, tak ada cinta yang sedang ingin kuungkapkan saat ini. Tak ada seseorang yang sedang sangat aku sukai hari ini. Tak ada rindu yang ingin segera kutuliskan di pagi ini. Dan aku tidak sedang menunggu siapapun.

Jika saja aku bisa, aku ingin memuja seseorang kapanpun aku mau. Misalkan saja, aku menemukan sebuah tulisan lalu kemudian menyukainya dan kemudian memujanya. Atau katakanlah, aku melihat sebuah karya lukisan lalu kemudian aku berambisi mengejar penciptanya. Sayangnya itu tidak akan bisa kulakukan. Siapalah aku ini. Tak panataslah terlalu banyak menghayalkan hal-hal yang memang di luar jangkauanku sendiri. Kesimpulannya, aku cukup sadar diri untuk tidak menjadi gila karena sebuah karya. 
Ow..Sakitnya akan sampai di ulu hati saat memuja seseorang yang amat jauh lalu kemudian kita menyadari bahwa seseorang itu tak menghiraukannya sama sekali. Menghadapi hal sepele saja aku sudah kelelahan, apalagi jika harus menghadapi ketidakwarasanku karena seseorang yang kuagung-agungkan karyanya.

Jadi, kuputuskannlah menuliskan surat untukmu. 
Langit.
Setdaknya aku tak perlu khawatir akan kecewa karena sebuah penolakan.

Aku, mencintaimu berpuluh bahkan ratusan kali seumur hidupku.
Aku, jatuh cinta berulang kali padamu di setiap harinya.
Aku menyukaimu yang tak bertepi. Aku menyukaimu yang menyimpan berjuta-juta cerita. Aku menyukaimu yang punya banyak warna. Meskipun, mungkin yang terlihat hanya biru.
Tapi, dimataku kau selalu punya biru yang berbeda di setiap waktunya.
Aku menyukai waktu spesialmu,yakni menjelang pergantian. Malam menuju siang dan siang menuju malam. Kau adalah sempurna dari bentuk keadilan. Kau sempurna membagi terang dan gelapnya dunia.
Aku menyukaimu, entah itu terik atau teduh, Entah itu malam atau siang. Entah itu kelabu atau biru. Entah itu berbintang atau hampa sekalipun. Apapun warnamu, aku menyukainya.
Terimakasih, telah menemaniku dalam banyak waktu.
Bahagia dan kecewaku. Penerimaan dan penolakan atasku. Keberhasilan dan kegagalanku.
Terimaksih, karena selalu berbagi cerita bersamaku.
Terimakasih, karena kau selalu menggenapkan semua rasa di setiap waktu. Bahagia, kecewa, keberhasilan dan kegagalanku. Kau selalu menggenapkannya dengan caramu sendiri.
Entah itu dengan gerimis, awan kelabu bahkan jingga yang cantik.


Aku tahu, surat ini mungkin tidak akan ada yang bisa mengantarkannya padamu. Tak mengapa. Tak semua surat harus sampai di tujuannya, bukan.


Mungkin, itu saja yang bisa kutuliskan. Lain waktu jika hatiku sudah mulai mencinta aku akan menceritakannya padamu.


Selamat berbagi kisah untuk yang lainnya.


Dari pengagummu.








Tidak ada komentar:

Posting Komentar