Kamis, 05 Februari 2015

Surat Ke Tiga


Kepada kamu, 

Orang yang sama di surat pertama.

Kemarin hari aku memberanikan diri untuk memulai menemukanm. Dengan sedikit was-was aku menanyakan apapun yang bisa menghubungkanku padamu melalui seorang teman Dan semuanya, berjalan sesuai kehendakku. Aku berhasil mendapatkan akun facebook-mu. 

Sebenarnya, adalah hal yang biasa dan sederhana jika seseorang ingin mencari yg lainnya lewat media sosial. Tapi, sayangnya akan menjadi rumit, karena ini semua menyangkut soal hati dan perasaan. 

Dan sungguh, menunggu persetujuan pertemanan darimu terasa seperti sebuah penantian teramat panjang Karena itu membuat pikiranku terus terjaga hingga larut malam. Aku menunggu dengan was-was, dan mungkin saja kau bersikap acuh di ujung sana. Tak mengetahui bahwa di suatu tempat ada seseorang yang sedang terjaga menantikan persetujuan pertemanan di akun jejaring sosial milikmu. 

Di tengah usahaku mengais kantuk, aku betanya pada diriku sendiri.,

Apa sebenarnya yang sedang kutuju!

Apakah sebuah jawaban darimu?

Jika memang sebuah jawaban yang ingin kudapat, lantas apa yg bisa kulakukan jika besok pagi aku sudah bisa mrngontakmu secara pribadi? 

Dan, ketika di pagi harinya aku melihat bahwa aku sudah berteman denganmu dan punya akses untuk mengontakmu aku tiba-tiba menyadari banyak hal. 

Waktu melaju dengan sangat cepat.

Dia merubah banyak hal dan kebiasaan. Duniaku dan duniamu berubah. Kepribadianmu pun pasti demimian. 

Aku sepertinya tak menemukan orang yang sama yang selama ini sedang kutunggu. 

Waktu benar-benar telah merubah kehidupan seseorang , sayangnya aku alfa pada kenyataan itu. 

Dunia di sekelilingku berubah, bergerak. Tapi semua ingatan tentangmu di memoriku masih sama seperti dulu, tak berubah sedikitpun, tak beranjak seincihi pun. Kenangan mengurungku pada satu imaji, bersamamu.

Kini, setelah aku terjaga dari imajiku akanmu aku jadi berpikir lagi. 

Apakah aku siap dengan semua kenyataan yang sebenarnya akanmu. Apa yang akan kulakukan setelah aku berhasil mrmberanikan diri menghubungimu. 

Bagaimana caranya menjelaskan semua kebodohanku dalam surat-surat yg kutulis untukmu.

Aku, bisa saja menerima semua penolakan darimu. Tapi, jika aku dihadapkan denganmu yang telah berbeda dengan kamu di satu dekade yang lalu, apa yang akan kupikirkan tentangmu. 

Apakah semua ingatan itu akan langsung musnah begitu saja. Apakah, kau masih akan menjadi seseorang yg sama di hidupku seperti sebelumnya. 

Entahlah, kali ini aku harus menunggu lagi, menyampaikan surat-surat yang sudah kutulis untukmu dan menerka-nerka apa pandangaanmu akanku.

 Kepada Edia,


P.S : Aku beritahukan, satu rahasia kecil tentangku padamu. Dalam urusan merangkai kata, aku adalah seseorang yang terbiasa mendramatisir hal-hal kecil dan sederhana.


1 komentar: