“Bisakah kita bertemu sore
ini?”
“Ada yang ingin kubicarakan
denganmu, penting! Penting sekali!”
“Aku tunggu jam lima sore di
tempat biasa”
Aku baru sempat membaca pesan
itu sepuluh menit yang lalu. Sekarang jam ditanganku sudah menunjukan pukul
17.05. Dan aku masih terjebak kemacetan jalanan kota ini.
“Semoga saja dia masih
menungguku, Tuhan” rapalku dalam hati.
“Aku, baru membaca pesanmu.
Sekarang sedang dalam perjalanan. Pasti terlambat. Kalau kau tidak bisa
menungguku kau bisa pulang”. Tulisku di BBM.
“Aku akan menunggu. “ balasnya
kemudian.
Kutengok langit diatasku. Awan
kelabu masih emnggantung disana. Sisa hujan tadi pagi. Senja yang harusnya indah
tak kan ada sore ini.
Mengapa hari ini dia
mengajakku bertemu?
Apakah ini kabar baik atau sebaliknya Tuhan?
Aku sedikit gelisah dalam perjalanan ini.
Jam 17.45 aku tiba di
tempatnya menunggu. Ekor mataku mencari-cari keberadaanya setelah pintu kafe
kudorong.
“Ah, itu dia. Aku
menemukannya!!” segera aku berjalan kearahnya.
“Maaf nunggu lama,”
Dia tersenyum, “ aku maafin.
Sudah kupesankan segelas cokelat panas tadi untukmu. Sebentar lagi mungkin datang.”
Aku tersenyum dan kemudian
duduk di di hadapannya.
Entah kenapa, aku melihat rona
bahagia dimatanya petang ini. Berbanding terbalik dengan langit yang kulihat
tadi.
Kau sibuk sekali hari ini?”
tanyanya membuka sepuluh menit keheningan yangn sempat tercipta.
“Kurang lebih begitu. Hari ini
salah seorang rekan kerja dikantorku mendadak sakit dan tidak masuk kantor. Aku
diperintahkan untuk mengambil alih semua
pekerjaannya hari ini.”
“Pasti kau sangat lelah,
mungkin tak sehahrusnya aku mengajakmu bertemu.”
Aku mengambil nafas panjang
sejenak sebelum obrolan kami selanjutnya.
“Aku selalu punya waktu untuk
menemuimu, kau jangan lupa aku pernah mengatakan itu berulang kali.”
“Kau selalu baik padaku Ra,
tapi aku selalu saja tak bisa membalas kebaikanmu.”
“Kau ini, seperti baru mengenalku
saja Akasa. Kita bersahabat sudah sejak lama. Sejak kapan aku bersikap baik
padamu untuk sebuah balasan.”
“Omong-omong, kau mengajaku
bertemu untuk apa? Sampai-sampai kau bilang ini penting sekali.”
Dia tertegun sejenak.
Kemudian samar terdengar dia menggumam.
“Ada hal penting yang harus
kusampaikan padama Ra,”
“Tentang perasaanku. Aku sudah
menimbang-nimbangnya dan mengambil sebuah keputusan.”
Detak jantungku seketika
menjadi lebih cepat. Aku mengepalkan telapak tanganku untuk menahan getaran
emosiku sendiri. Aku sudah lama ingin mendengat kalimat itu terucap dari
bibirnya.
“Aku sudah memutuskannya tadi
pagi.”
“Itulah kenapa aku mengajakmu
bertemu sore ini..”
Ucapannya terhenti, dia mulai
mengetuk-ngetukan jarinya di meja. Aku menjadi bertambah gugup sekarang.
“Aku bingung harus memulainya
dari mana Ra.”
“ Jadi begini, Ra. Kuharap kau
tidak kecewa pada apa yang akan kukatakan padamu selnjutnya.”
Aku mengangguk. “Aku sudah
siap untuk mendengarkannya.”
“Sebenarnya, ada seseorang
yang sedang aku inginkan. Sudah lama sekali. Jauh sebelum kau mengatakan perasaanmu padamu
hari itu. Sebulan yang lalu.”
Tubuhku melemas seketika. Ini
bukan kabar baik seperti harapanku di detik sebelumnya. Tapi aku tak boleh
menunjukan kekecewaanku dihadapannya. Aku tersenyum tipis.
“Tadi pagi aku mengatakan
semuanya padanya. Semua perasaanku. Dan kau tahu apa yang dia katakan Ra?”
Aku menggeleng. Sekuat hati
aku menyiapakan telingaku untuk mendengar kelanjuatan ceritanya.
“Dia mengatakan ‘aku juga
merasakan hal yang sama denganmu’.”
“Ah...Ra, kalau saja kau ada
saat dia mengatakan itu padaku, kau akan melihat wajahku yang memucat pagi
tadi. Kalau saja sejak lama aku tahu itu, aku mungkin tidak akan terus menunggu
selama ini.”
“Aku harap kau ikut bahagia
mendengar cerita ini daiku Ra.”
“Aku yakin, kau juga senang
mendengarnya. Kau mengerti aku lebih
dari siapapun.”
Matanya menerawang jauh.Aku
jelas melihat matanya yang berbahagia.
“Tentu saja aku senang
mendengarnya.” Jawabku bohong setelah jeda beberapa detik.
“Aku selalu berbahagia jika
kau bahagia.” Kali ini pun bohong.
“Terimaksih banyak. “
lanjutnyasambil menggenggam tanganku.
“Kau benar-benar sahabat
terbaikku. Dan maaf. Karena waktu itu ku sampai harus megatakan persaaanmu
padaku. Aku sempat ragu menceritakn semuanya hari ii padamu. Aku takut kau
merasa sakit hati lalu membenciku. Tapi
aku tak melihatnya barusan. Kau tamapak sama sepertiku, kau tampak merasa
bahagia.”
“Ah.. Tanganmu dingin sekali.”
Segera kutarik tanganku dari
genggamannya.
“Mungkin karena pendingin di
ruangan ini. Dan juga di luar memang tadi sedikit gerimis.” Ujarku mengarang-ngarang.
“Begitu ya.”
“Ya. Sebaiknya aku pulang sekarang,
sebelum hypotermia diisni. “ ujarku sambil tersenyum.
Dia mengangguk tanda setuju. “Padahal
akau masih ingin mengobrol banyak. Tapi tak apalah. Kau esepertinya memang
kelelahan. Mau kuantar pualnag sekalian?’
“Tidak perlu, kau juga pasti
kelelahan hari ini. Dan juga, jika kau antar pulang aku dengan motormu itu bisa-bisa
mati dijalan karena kedinginan. Aku pulang naik Taxi saja.”
Dia menganggukan kepalanya.
“Hati-hati di jalan, kalo
sudah sampai rumah kabarin ya Ra,”
Kuanggukan kepalaku dan
melambaikan tangan padanya.
Aku sudah tak bisa menahan
lagi air mataku saat aku berbalik dan berjalan meninggalkannya sore itu.
Akasa..Apakah aku nampak
bahagia di depanmu tadi???!! Jeritku dalam hati.
Dan seketika detik itu waktu seoalah-olah berhenti. Yang lain berlarian dan aku hanya mematung seorang diri.
*TAMAT*