Rabu, 04 Maret 2015

Waktu Seolah Berhenti Detik Itu

Hasil gambar untuk WAKTU

Bisakah kita bertemu sore ini?”
“Ada yang ingin kubicarakan denganmu, penting! Penting sekali!”
“Aku tunggu jam lima sore di tempat biasa”

Aku baru sempat membaca pesan itu sepuluh menit yang lalu. Sekarang jam ditanganku sudah menunjukan pukul 17.05. Dan aku masih terjebak kemacetan jalanan kota ini.
“Semoga saja dia masih menungguku, Tuhan” rapalku dalam hati.

“Aku, baru membaca pesanmu. Sekarang sedang dalam perjalanan. Pasti terlambat. Kalau kau tidak bisa menungguku kau bisa pulang”. Tulisku di BBM.
“Aku akan menunggu. “ balasnya kemudian.

Kutengok langit diatasku. Awan kelabu masih emnggantung disana. Sisa hujan tadi pagi. Senja yang harusnya indah tak kan ada sore ini.

Mengapa hari ini dia mengajakku bertemu?
 Apakah ini kabar  baik atau sebaliknya Tuhan?
 Aku sedikit gelisah dalam perjalanan ini.

Jam 17.45 aku tiba di tempatnya menunggu. Ekor mataku mencari-cari keberadaanya setelah pintu kafe kudorong.
“Ah, itu dia. Aku menemukannya!!” segera aku berjalan kearahnya.
“Maaf nunggu lama,”
Dia tersenyum, “ aku maafin. Sudah kupesankan segelas cokelat panas tadi untukmu. Sebentar  lagi mungkin datang.”
Aku tersenyum dan kemudian duduk di di hadapannya.

Entah kenapa, aku melihat rona bahagia dimatanya petang ini. Berbanding terbalik dengan langit yang kulihat tadi.

Kau sibuk sekali hari ini?” tanyanya membuka sepuluh menit keheningan yangn sempat tercipta.
“Kurang lebih begitu. Hari ini salah seorang rekan kerja dikantorku mendadak sakit dan tidak masuk kantor. Aku diperintahkan untuk mengambil alih  semua pekerjaannya hari ini.”
“Pasti kau sangat lelah, mungkin tak sehahrusnya aku mengajakmu bertemu.”
Aku mengambil nafas panjang sejenak sebelum obrolan kami selanjutnya.
“Aku selalu punya waktu untuk menemuimu, kau jangan lupa aku pernah mengatakan itu berulang kali.”
“Kau selalu baik padaku Ra, tapi aku selalu saja tak bisa membalas kebaikanmu.”
“Kau ini, seperti baru mengenalku saja Akasa. Kita bersahabat sudah sejak lama. Sejak kapan aku bersikap baik padamu untuk sebuah balasan.”
“Omong-omong, kau mengajaku bertemu untuk apa? Sampai-sampai kau bilang ini penting sekali.”

Dia tertegun sejenak. Kemudian  samar terdengar  dia menggumam.
“Ada hal penting yang harus kusampaikan padama Ra,”
“Tentang perasaanku. Aku sudah menimbang-nimbangnya dan mengambil sebuah keputusan.”
Detak jantungku seketika menjadi lebih cepat. Aku mengepalkan telapak tanganku untuk menahan getaran emosiku sendiri. Aku sudah lama ingin mendengat kalimat itu terucap dari bibirnya.
“Aku sudah memutuskannya tadi pagi.”
“Itulah kenapa aku mengajakmu bertemu sore ini..”
Ucapannya terhenti, dia mulai mengetuk-ngetukan jarinya di meja. Aku menjadi bertambah gugup sekarang.
“Aku bingung harus memulainya dari mana Ra.”
“ Jadi begini, Ra. Kuharap kau tidak kecewa pada apa yang akan kukatakan padamu selnjutnya.”
Aku mengangguk. “Aku sudah siap untuk mendengarkannya.”
“Sebenarnya, ada seseorang yang sedang aku inginkan. Sudah lama sekali.  Jauh sebelum kau mengatakan perasaanmu padamu hari itu. Sebulan yang lalu.”
Tubuhku melemas seketika. Ini bukan kabar baik seperti harapanku di detik sebelumnya. Tapi aku tak boleh menunjukan kekecewaanku dihadapannya. Aku tersenyum tipis.
“Tadi pagi aku mengatakan semuanya padanya. Semua perasaanku. Dan kau tahu apa yang dia katakan Ra?”
Aku menggeleng. Sekuat hati aku menyiapakan telingaku untuk mendengar kelanjuatan ceritanya.
“Dia mengatakan ‘aku juga merasakan hal yang sama denganmu’.”
“Ah...Ra, kalau saja kau ada saat dia mengatakan itu padaku, kau akan melihat wajahku yang memucat pagi tadi. Kalau saja sejak lama aku tahu itu, aku mungkin tidak akan terus menunggu selama ini.”
“Aku harap kau ikut bahagia mendengar cerita ini daiku Ra.”
“Aku yakin, kau juga senang mendengarnya. Kau mengerti aku  lebih dari siapapun.”
Matanya menerawang jauh.Aku jelas melihat matanya yang berbahagia.
“Tentu saja aku senang mendengarnya.” Jawabku bohong setelah jeda beberapa detik.
“Aku selalu berbahagia jika kau bahagia.” Kali ini pun bohong.
“Terimaksih banyak. “ lanjutnyasambil menggenggam tanganku.
“Kau benar-benar sahabat terbaikku. Dan maaf. Karena waktu itu ku sampai harus megatakan persaaanmu padaku. Aku sempat ragu menceritakn semuanya hari ii padamu. Aku takut kau merasa sakit hati  lalu membenciku. Tapi aku tak melihatnya barusan. Kau tamapak sama sepertiku, kau tampak merasa bahagia.”
“Ah.. Tanganmu dingin sekali.”
Segera kutarik tanganku dari genggamannya.
“Mungkin karena pendingin di ruangan ini. Dan juga di luar memang tadi sedikit gerimis.” Ujarku mengarang-ngarang.
“Begitu ya.”
“Ya. Sebaiknya aku pulang sekarang, sebelum hypotermia diisni. “ ujarku sambil tersenyum.
Dia mengangguk tanda setuju. “Padahal akau masih ingin mengobrol banyak. Tapi tak apalah. Kau esepertinya memang kelelahan. Mau kuantar pualnag sekalian?’
“Tidak perlu, kau juga pasti kelelahan hari ini. Dan juga, jika kau antar pulang aku dengan motormu itu bisa-bisa mati dijalan karena kedinginan. Aku pulang naik Taxi saja.”
Dia menganggukan kepalanya.
“Hati-hati di jalan, kalo sudah sampai rumah kabarin ya Ra,”
Kuanggukan kepalaku dan melambaikan tangan padanya.

Aku sudah tak bisa menahan lagi air mataku saat aku berbalik dan berjalan meninggalkannya sore itu.

Akasa..Apakah aku nampak bahagia di depanmu tadi???!! Jeritku dalam hati.

Dan seketika  detik itu waktu seoalah-olah berhenti. Yang lain berlarian dan aku hanya mematung seorang diri.

*TAMAT*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar