Sabtu, 14 Februari 2015

Surat Yang Terlambat Kutulis

Kepada seseorang yang selalu kusimpan dalam ingatan,
Edia, 

Saat kau membaca surat ini, aku ingin kau mengetahui satu hal. Ini adalah surat yang seharusnya dituliskan dua tahun silam. Tahun terakhir aku mendambamu dengan sangat. Tahun terakhir aku menggenggam namamu di telapak tanganku. 

Dua tahun yang lalu dan tahun-tahun sebelumnya aku selalu saja punya harapan yang sama. Bertemu denganmu dalam sebuah kebetulan yang di rancang Tuhan kita. Aku selalu berharap kita berpapasan di suatu tempat dan kemudian merasa canggung satu sama lain. 

Sampai dua tahun yang lalu, aku tetap menyukaimu. Lebih tepatnya, menyukai sosokmu di masa lalu. Aku memimpikan bertemu denganmu dalam sosok yang sama dengan ingatan yang kusimpan. 

Lalu kemudian, aku merasa kelelahan karena terus saja menyimpan perasaanku seotang diri. Hingga akhirnya di pertengahan tahun Dua Ribu Tiga Belas aku memutuskan untuk melepaskan semua perasaanku. Aku melepaskan semua ingatan tentangmu. Dan berpasrah pada takdir. Aku tak peduli lagi apakah Tuhan akan mempertemukan kita atau tidak. Aku berhenti merangkai kemungkinan-kemungkinan pertemuan kita di suatu waktu. Aku berhenti. 

Tapi di awal tahun ini, aku dengan terpaksa menggali lagi ingatanku akanmu. Kembali mengais sisa-sisa kenanganmu di hari-hari yang lampau. Demi untuk sebuah surat. 

Itu semua, karena kau adalah cerita terbaik tentang cinta yang kupunya. Tentangmu, adalah potongan kisah terindah yang bisa kutuangkan lewat aksara. Aku bisa menuliskan sebaris kalimat yang menurutku 'manis' saat aku mulai mengeja namamu. Jari-jariku dengan sendirinya akan menjabarkan seberapa besar aku memujamu tanpa perintah. Kata-kata bisa meluncur begitu saja dari mulutku saat aku mulai berkisah tentangmu. Sampai saat ini, ingatan akanmu adalah cetita terpanjang yang bisa kutuliskan.

Aku, pernah menuliskan seperti apa perasaanku padamu di hari pertama aku menulis surat. Dan kau telah membacanya. 

Tapi, sekali lagi izinkan aku kembali menuliskannya. 

Aku menyukai hal-hal sederhana tentangmu. Aku menyukai tulisan tanganmu. Aku menyukai patung kelincimu. Aku menyukai sorot mata di belakang gelas kaca yang kau gunakan. Aku, menyukai tatapan ramahmu pada banyak orang. Aku menyukai jari-jarimu yang panjang saat kau memetik gitar. Aku menykai kau yang dulu memagari gigimu di penghujung tahun perpisahan kita.  

Waktu yang telah berlalu mungkin tak akan mempertemukanku dengan kau persis seperti ingatan masa laluku. Aku pun mengetahui itu sepenuhnya. Perasaanku mungkin akan berbeda seandainya pertemuan yang kau janjikan di waktu luangmu benar-benar terjadi.

Lagi-lagi, aku ingin memberitahumu bahwa ini adalah surat yang terlambat kutuliskan. Sengaja kutulis hari ini, untuk menyesuaikan suratku pada tema yang di tentukan Bosse. 

Karena sesungguhnya, hari-hari sekarang tak ada yang lebih kucintai selain diriku sendiri. 


Terimakasih, karena telah menjadi satu-satunya sosok pria yang begitu kupuja di dua puluh tiga tahun usiaku.


Dari aku, dua tahun yang lalu.


4 komentar: