Jumat, 15 Januari 2016

Botol Air

Jl. Penganten Ali - Terminal kampung Rambutan.
Sekali waktu nasib mengharuskanku berpeluh di siang hari yang terik
Berjalan di atasa aspal hitam beralaskan sepatu lusuh
Benar-benar berjalan kaki.
Untuk kilometer yang tidak kuhitung.

Sepanjang jalan mataku meyakinkan kepada telapak kakiku bahwa kita sudah hampir sampai
Setelah tikungan, setelah pohon itu, setelah gedung itu.
Kita akan sampai, lebih kurang demikian yang mataku katakan.
Entah berapa kali hatiku juga berkata bahwa pasti bisa sampai di tujuan
Dengan selamat.
Seolah meyakinkan bahwa semuanya pasti baik-baik saja.
Seolah itu hal biasa yang biasa kulalui.
Seolah. Seolah. Dan seolah.

Kakiku tak berhenti berjalan meskipun tujuan entah kapan akan benar-benar terlihat

Beruntungnya,
Siang terik itu aku di selamatkan oleh sebuah benda yang lazim di beri nama 'botol'
Sebuah botol yang menjadi teman di hari sakit itu.
Benar-benar teman penyelamat.
Membuatku bisa terus berjalan meski ia hanya dihuni air mentah
Ya. Air mentah. Dari keran.
Yang sengaja kuambil dari mushola yang sengaja kucari dalam perjalanan.

'Air ini tak akan membuatku sakit perut'
'Tuhan akan menjagaku'
Begitu yakinku pada diriku sendiri.

Dan di sepanjang hari itu aku terus berdoa
'Tuhan jangan biarkan aku sakit hanya karena sebotol air mentah ini'

Hari itu, aku tak boleh lupa.
Sebotol air mentah yang benar-benar menjagaku.
Dari rasa lelah juga lapar.
Dan membuatku terjaga juga dekat dengan rasa sakit.

Jakarta, 21 November 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar