Rabu, 28 Januari 2015

Berbagi Sekeping Logam


Gambar diambil dari ( sumber )

Sekeping uang logam membawaku pada sebuah kenangan manis berbagi kasih. Tentang seperti apa rasanya nikmat berbagi dengan saudara.

Empat belas tahun yang lalu,ketika itu aku masih duduk di bangku kelas dua sekolah dasar. Dan kakaku waktu itu kelas lima sekolah dasar. Kami hanya terpaut tiga tahun saja. Itu pula yang menyebabkan kami sering bertengkar dulu. Bahkan hanya karena hal-hal sepele seperti potongan telur dadar yang tak sama.

Kami banyak bertengkar, kecuali untuk yang satu ini. Uang logam.
Ada cerita yang masih terus teringat olehku sampai saat ini. Waktu itu, sekitar tahun 2000-an . Ayah kami, bekerja sebagi buruh tani dan kadang-kadang menjadi kuli bangunan sewaktu-waktu. Pagi sebelum berangkat sekolah, kami terkadang diberi uang jajan oleh ibu. Dan tahun itu, adalah tahun terakhir ibu rutin memberi kami uang jajan setiap hari, karena di tahun berikutnya tak setiap hari kami bisa mendapatkan uang jajan. 

Suatu hari ibu memberi kami sekeping uang logam lima ratus. Biasanya, uang logam untuk bekal kami sudah berupa kepingan uang seratusan . Dan kami mendpatkan jumlah yang sama besarnya. Kemudian, sekeping uang logam itu tampak berubah menjadi masalah besar bagiku, bagaimana cara mebaginya?
Lantas, aku bertanya pada kakaku 'bagaimana caranya membagi sekeping uang logam ini?'
Selanjutnya,kakaku memberi jawaban dan penjelasan yang sederhana. (waktuitu uang logam dengan nilai lima puluh rupiah sudah jarang, dan di warung dekat sekolah kami pun tak ada jajajnan yang bernilai lima puluh ru[piah).
'Hari ini kamu dapat bagian dua ratus rupiah dan kakak tiga ratus. Besoknya kita gantian, kamu yang dapet tiga ratus dan kakak dua ratus.'
Selesailah masalah.

Jadi, ketika jam istirahat sekitar jam sepuluh pagi aku membelanjakan uang itu sejumlah dua ratus dan sisanya kusimpan untuk kakakku yang akan mengambilnya kekelasku.

Terkadang ada hari dimana kami tak mesti berbagi sekeping lima ratus itu, tapi tak pernah ada pertengkaran yang terjadi karena masalah pergantian dua ratus dan tiga ratus itu.

Empat belas tahun berlalu, dan kami sudah memiliki kehidupan masing-masing. Kakakku sudah menikah dan mempunyai seorang anak perempuan dari pernikahannya. Tak pernah ada lagi cerita berbagi sekeping uang logam, bahkan untuk sekedar berbagi ceritapun kami tak sempat. Bukan waktu yang membatasinya, tapi hati yang membuat semuanya menjadi jauh lebih baik dipendam sendiri. 

Sesekali aku rindu berbagi dengannya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar