Rabu, 21 Januari 2015

Hujan



Hujan.
Ada banyak orang yang menyukainya, tidak hanya anak-anak. Dan semua punya alasan untuk menyukainya, baik itu sebagai sebuah kesenangan ataupun kesediahn. Di musim penghujan seperti sekarang, aku bisa menemukan banyak cerita tentang hujan di semiua linimasa. Suka dan duka. Meskipun, cerita yang menggambarkan luka lebih banyak bermunculan, entah apa sebab hujan selalu disandingkan dengan sesuatu bernama kesedihan. Entah itu kehilangan, penolakan, pengabaian ataupun perpisahan. Hujan benyak menggambarkan kesedihan di banyak tulisan.

Dan aku sendiri, banyak menyimpan hujan dalam sebuah catatan menyedihkan. Sebuah penolakan dan pengabaian.
Hujan selau bisa menggenapkan sebuah kesedihan yang tiba-tiba saja hadir, atau memang sengaja dihadirkan.

Ada beberapa perjalanan yang kuhabiskan setelah hujan mengecil. Gerimis di akhir cerita hujan.
Sebuah pengalaman baru, entah itu bahagia ataupun nestapa.
Gerimis pernah menemaniku dalam sebuah perjalanan Setiabudi-Jl. Suci. Kampus UNPAD Jatinangor-Jl.Suci. Jl. Moh. Kahfi-Tangerang.
Dua dari perjalanan itu mengangkat semua harapanku, dan satunya menjatuhkan impianku. Aku dan gerimis, pernah berjumpa dalam sebuah harapan, entah itu yang membangkitkanku ataupun menjatuhkanku.

Aku tak begitu menyukai hujan, terutama jejak yang dia tingglakan. Genangan air dimana-mana. Lumpur basah. Jejak kaki yang terlalu jelas.
Tapi dia juga teramat berjasa untuk ayahku. Membasahi sepetak tanah kami. Memberi harapan baru, sebuah keberlanjutan kehidupan.

Aku tak menyukainya, tapi akupun tak bisa untuk membencinya. Karena dia terlalu baik.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar