Senin, 08 Februari 2016

Kapan Menikah?

Surat Kesembilan
Hari Ke-9

Kepada
Rika Meina

'Kapan Menikah?'
Teman, aku tidak sedang ingin menggodamu. Karena sungguh, aku sendiri pun muak dengan pertanyaan tersebut.
Mengapa orang rusuh sekali bertanya soal kapan menikah?
Padahal sudah sangat jelas bukan, dalam kepercayaan kita jodoh itu sudah Alloh gariskan jauh-jauh hari sebelum kita mengenal cinta dan juga adam.
Jadi mengapa orang mempertanyakannya jika memang sudah jelas tersurat dalam buku takdir kita?
Mungkin kita semua latah. Atau kita sudah kehabisan 'pertanyaan basa-basi'.

Teman, ini surat kedua yang kutulis padamu. Terkesan seperti basa-basi bukan?
Terlihat seperti 'sampah'. Karena aku tak punya pujaan yang dapat kukirimi surat. Mungkin begitu, jika prasangka jahat yang mendatangimu saat membaca surat ini.
Tapi aku mengharapkan sebaliknya.
Sungguh, aku tulus menulis ini. Karena kau orang yang berarti yang ada di sekelilingku.
Aku menulis surat tersebab aku tak dapat berucap manis di depanmu.
Kupikir akan jauh menakutkan jika memang itu di katakan langsung. Tak umum. Tak lazim

Teman, terimakasih untuk selalu mengulurkan tanganmu saat aku meminta bantuan. Kau tanpa ragu membantuku. Padahal aku ini bukanlah teman yangg ideal bagi siapapun. Hanya datang saat kesulitan lalu abai saat bahagia.
Terimakasih untuk setia menyediakan telinga saat aku membutuhkan seseorang untuk mendengarkan keluhanku.
Terimakasih untuk mengatakan 'kamu pasti bisa' di saat aku sendiripun meragukan kemampuanku.
Terimakasih untuk menerimaku dan setia menjadi temanku meski 'aku menyebalkan'.

Teman, mari kita bersantai saja. Abaikan pertanyaan siapapun menyoal 'kapan menikah. Toh, Tere Liye pun berujar 'menikah itu bukan perkara lomba lari, siapa cepat dia yang menjadi pemenang'.
Santai saja, dan biarkan Alloh memberi kejutan yang manis di akhir kisah penantian 'sang adam'.

Jakarta, 08 Februari 2016
Dari seorang teman yang bertingkah seperti 'bukan teman'

Tidak ada komentar:

Posting Komentar